Dating site Kristen pertama dan terbesar di Indonesia

Daftar sekarang secara gratis

Komunitas Bisnis Kristen

ForumCampur-campur

1176 – 1200 dari 1527    Ke halaman:  Sebelumnya  1 ... 47  48  49 ... 62  Selanjutnya Kirim tanggapan

  • HERI771

    15 Februari 2021

    selain yg sudah diperbincangkan diatas sifatnya kontinuitas pendapatan berkelanjutan, sy belum terjun tapi ingin share membuka mata kita sejak dini bahwa ada prospek ke depan,mgkn sebagian orang merasa jijik atau merqsa tidak nyaman untuk produknya, jadi ada tahapan yg bisa dimulai, semua bisnis apapun ada risknya, tapi sementara yg sy lihat risk tidak besar, karena tidak memakan cost yg besar, dan prospek pendapata return bisa 3x lipat lebih.

    jika lingkupnya kecil mgkn segmen lokal, seperti mba Mei diatas jual pada pengepul, tapi harga jual cukup tinggi. saya ada research kecil kecilan, tiap 20m2 dapat 400 kotak, tiap kotak dihasilkan 2.5 kg, 400 kotak= 1 ton, 1 kg dihargai paling minim rp 30 rb, jadi omzet perkiraan 30 juta, masa panen min 2x/ tahun equivalen 60 juta. ... dan berkelqnjutan tiap tahun.

    ingin lebih sesuaikan jumlah areanya. itu hitungan sederhana.,soal buyer... seperti yy sy sebutkan diatas pasokan untuk ind. hanya mampu kisaran 10% itu artinya 90% pangsa pasar terbuka lebar.

  • 15 Februari 2021

    Soal cost, tergantung mas Her..

    Apakah mau dijual dlm keadaan hidup atau rosted. Kl dijual hidup, ya ga terlalu besar costnya. Kl mau dijual dlm keadaan roasted, mesinnya cukup mahal. Dan kalau ulat jerman setahu saya kandungan lemaknya tinggi. Jd butuh mesin untuk memeras minyaknya. Kl mesin roastednya, untuk skala kecil bs menggunakan microwave. Kl skala menengah keatas bisa menggunakan dehydrator, mengeringkan dengan suhu minim min 8jam spy proteinnya tidak rusak/hilang.

    .

    Maaf kalau ternak sendiri dan jual ke pengepul ga bs mas.. Ga dpt untung.

    Maksudku pengepul, mas Her nya yg jd pengepul u/ di eksport atau di olah lg menjadi feed atau food grade

    Bila dirimu yg jadi pengepul, banyak peternak yg bersedia kerjasama dgn pengepul asalkan harga masuk akal. Untuk start awal, bisa cari2 komunitas ulat Jerman/BSF di Facebook.

    .

    Tapi ya balik lagi, sblm memulai usaha ternak ini, yg paling penting adalah Market yg dituju harus sdh ada yg menampung

    15 Februari 2021 diubah oleh MEI525

  • DAMAS641

    16 Februari 2021

    PT. MULTI CAHAYA DINARTO di Malang (bisa dilihat di google) adalah perusahaan besar yang siap melakukan kerjasama dengan para peternak binaan, dengan menyediakan kumbang-kumbang (bibit ulat jerman) kotak-kotak penampungan ulat, dan rak penyimpanan dan juga estimasi bisnis sampai penampungan hasil panen seberapapun hasilnya.

    MEI525 tulis:

    Soal cost, tergantung mas Her..

    Apakah mau dijual dlm keadaan hidup atau rosted. Kl dijual hidup, ya ga terlalu besar costnya. Kl mau dijual dlm keadaan roasted, mesinnya cukup mahal. Dan kalau ulat jerman setahu saya kandungan lemaknya tinggi. Jd butuh mesin untuk memeras minyaknya. Kl mesin roastednya, untuk skala kecil bs menggunakan microwave. Kl skala menengah keatas bisa menggunakan dehydrator, mengeringkan dengan suhu minim min 8jam spy proteinnya tidak rusak/hilang.

    .

    Maaf kalau ternak sendiri dan jual ke pengepul ga bs mas.. Ga dpt untung.

    Maksudku pengepul, mas Her nya yg jd pengepul u/ di eksport atau di olah lg menjadi feed atau food grade

    Bila dirimu yg jadi pengepul, banyak peternak yg bersedia kerjasama dgn pengepul asalkan harga masuk akal. Untuk start awal, bisa cari2 komunitas ulat Jerman/BSF di Facebook.

    .

    Tapi ya balik lagi, sblm memulai usaha ternak ini, yg paling penting adalah Market yg dituju harus sdh ada yg menampung

  • VINCENT012

    16 Februari 2021

    Ternak sendiri trs jual ke pengepul gak dpt untung?

    Kok bs gitu Mei? Apa pengepulnya ngambil profit margin kegedean apa gmn?

    MEI525 tulis:

    .

    Maaf kalau ternak sendiri dan jual ke pengepul ga bs mas.. Ga dpt untung.

    Maksudku pengepul, mas Her nya yg jd pengepul u/ di eksport atau di olah lg menjadi feed atau food grade

    Bila dirimu yg jadi pengepul, banyak peternak yg bersedia kerjasama dgn pengepul asalkan harga masuk akal. Untuk start awal, bisa cari2 komunitas ulat Jerman/BSF di Facebook.

    .

    Tapi ya balik lagi, sblm memulai usaha ternak ini, yg paling penting adalah Market yg dituju harus sdh ada yg menampung

  • 16 Februari 2021

    VINCENT012 tulis:

    Ternak sendiri trs jual ke pengepul gak dpt untung?

    Kok bs gitu Mei? Apa pengepulnya ngambil profit margin kegedean apa gmn?

    Betul nanti supply melimpah pengepul mulai bertingkah mempermainkan harga dgn syarat ini itu, grade ini grade itu.

  • 16 Februari 2021

    Yup!

    Kejadian di lapangan spt itu. Abang Toro paham tuh..

    Padahal harga jual ke end user/tangan kedua tetap sama sblm supply melimpah.

    TORO617 tulis:

    Betul nanti supply melimpah pengepul mulai bertingkah mempermainkan harga dgn syarat ini itu, grade ini grade itu.

    16 Februari 2021 diubah oleh MEI525

  • 16 Februari 2021

    Nah tuh.. Boleh di coba tuh Heri771.

    Kl mau aman, harus pakai kontrak. Jadi hasil panen tidak sia2.

    DAMAS641 tulis:

    PT. MULTI CAHAYA DINARTO di Malang (bisa dilihat di google) adalah perusahaan besar yang siap melakukan kerjasama dengan para peternak binaan, dengan menyediakan kumbang-kumbang (bibit ulat jerman) kotak-kotak penampungan ulat, dan rak penyimpanan dan juga estimasi bisnis sampai penampungan hasil panen seberapapun hasilnya.

  • 16 Februari 2021

    MEI525 tulis:

    Yup!

    Kejadian di lapangan spt itu. Abang Toro paham tuh..

    Padahal harga jual ke end user/tangan kedua tetap sama sblm supply melimpah.

    Spt itu sebenarnya rakyat kita sdh cerdas, hanya kebutuhan saja mrk tak berkutik.

    Spt bisnis bunga kamboja, harga ditingkat bawah awalnya tinggi, lambat laun mulai trik2 dimainkan.

    Semakin kaya org semacam itu semakin banyak hitungannya dan target2 mulai dipasang tanpa memperhatikan partnernya memble atau tidak.

  • HERI771

    17 Februari 2021

    trims mas Damas menambah informasi tambahan, saya lihat disini informasi nya cukup banyak, dan mgkn dikatakan pionir yah mengingat dikatakan sudah dilakukan sudah lama, dan mgkn saya baru melek sekarang hahahah.. 😂

    DAMAS641 tulis:

    PT. MULTI CAHAYA DINARTO di Malang (bisa dilihat di google) adalah perusahaan besar yang siap melakukan kerjasama dengan para peternak binaan, dengan menyediakan kumbang-kumbang (bibit ulat jerman) kotak-kotak penampungan ulat, dan rak penyimpanan dan juga estimasi bisnis sampai penampungan hasil panen seberapapun hasilnya.

  • HERI771

    17 Februari 2021

    hmm.. iya sih setuju bilamana skala industri itu suatu saat nanti dibutuhkan alat alat pendukung yah.

    btw, berapa sih harga jual yg diinginkan ke pengepul yg wajar/pantas, dan at less minim break event point nya kisaran berpaa (sudut pandang peternak), disisi lain perlu diingat juga, yg namanya pengepul sy rasa sudah memperhitungkan cost dari sisi modal yg perlu disiapkan, gudang dan mgkn risk eksportir lain lagi, lebih lebih bermain dikeduanya sekaligus, membuat pengepul berpotensi bisa menambah breakdown harga dan pengepul setahu saya tentu yg menentukan harga, mengingat pemainnya pun saat ini (pengepul) belum banyak, even produk manapun, kan mereka berani menampung, ya mau nga mau ikuti permainan dia, ketergantungan dia jika kita tidak bisa memasarkan sendiri sepanjang kita masih bisa mendapat keutungan.

    (Sisi peternak) Saya pikir yah, jika dikatakan belum untung dgn harga yg diinginkan, mgkn barangkali perlu lihat kedalam dgn perkecil efisiensi cost, dan memperhitungkan periode BEP dan mgkn perlu dibedakan cost yg dijadikan sbg aset tetap atau cost maintenancenya/produksinya, dan apakah ke tutup dengan hasil yg dimungkinkan berlipat ganda dan berkelanjutan.

    Analoginya jika ada pendapatan sekian tapi gaya hidupnya tinggi, ya besar pasak dari pada tiang, selalu tidak mencukupi, ya mungkin solusinya kita menurunkan gaya hidup. Kita saat pengadaan awal jika memakai keranjang plastik yg mgkn mahal, mgkn dipakai sementara pakai kayu, atau keranjang plastik yg murah dulu, walaupun daya tahan pendek, penyediaan lahan yg dipunyai seadanya dulu. ini dari kacamata sy loh yah, dari berbagai informasi sementara yg didapat 😅

    btw, yg saya maksud belum terjun dan perlu diklarifikasi diperjelas sekalian nih, saya dalam hal ini mewakili investor dalam hal permodalan, saat investor meminta saya mencari tau role model bisnisnya, untuk itu sy melakukan penjajakan lebih jauh, kalau sy pribadi belum sanggup dan belum siap, apalagi terpikirkan jadi pengepul, link jaringan pun belum banyak juga mba Mei 😅😂, sy tuh pembantu, ya bahasa kerennya arranger financial, bantuin pencarian data, informasi, bantuin research ke lapangan juga, dan memastikan ke investor ttg bisnisnya memungkinkan worth it atau tidak, sehingga diharapkan sy bisa menyakinkan mereka, kadangkala mentok blank, untuk itu kadang perlu ada interaksi diskusi dan masukan informasi dari yg sudah berkecimpung lebih awal lebih membantu 😂

    mengenai market yg dituju misal LN,.. sayangnya saat ini kondisi pandemi memang mungkin agak berat, lalu lintas barang menjadi bisa agak tersendat, butuh penglaman lebih, mgkn disini member ada yg punya sisi gambaran terkait hal ini, untuk itu buat peternak lingkup kecil /sambilan mengisi ruang waktu bisnis dalam WFH, sasaran segmen lokal mungkin bisa menjadi pilihan sementara waktu.

    bahkan pilihan retail sekilas yg sy lihat dijual toko online untuk lokal, ada yg menjual 100gr rp 20.000., asumsi totaly rp 200.000/kg  dan  ada yg beli ratusan orang, woww 😌😅 jd jika let say kurang /belum untung ya jual di ritail langsung, jika tidak terserap yah kasih ke pengepul. ya disini lah pintar pintar mengatur.

    catt: lihat kecenderungan pada ROE, return on equity tinggi dan berkelanjutan, pendapatan kontinuitas, seiring waktu ROA  asetpun meningkat, saat hasil diendapkan lagi. (ini disukai Investor). Investor melihat dari optimisme dari peternak yg mgkn punya view lebih jauh dan bisa menyakinkan, disitu investor masuk.

    #pada dasarnya sy hanya mau share saja sih diawal, dgn info yg mgkn masih minim didapat., dan bantu share business idea yg sedang saya pelajari, yg mungkin tak terlihat atau terlewatkan dari member, kurang lebih begitu 😄

    MEI525 tulis:

    Soal cost, tergantung mas Her..

    Apakah mau dijual dlm keadaan hidup atau rosted. Kl dijual hidup, ya ga terlalu besar costnya. Kl mau dijual dlm keadaan roasted, mesinnya cukup mahal. Dan kalau ulat jerman setahu saya kandungan lemaknya tinggi. Jd butuh mesin untuk memeras minyaknya. Kl mesin roastednya, untuk skala kecil bs menggunakan microwave. Kl skala menengah keatas bisa menggunakan dehydrator, mengeringkan dengan suhu minim min 8jam spy proteinnya tidak rusak/hilang.

    .

    Maaf kalau ternak sendiri dan jual ke pengepul ga bs mas.. Ga dpt untung.

    Maksudku pengepul, mas Her nya yg jd pengepul u/ di eksport atau di olah lg menjadi feed atau food grade

    Bila dirimu yg jadi pengepul, banyak peternak yg bersedia kerjasama dgn pengepul asalkan harga masuk akal. Untuk start awal, bisa cari2 komunitas ulat Jerman/BSF di Facebook.

    .

    Tapi ya balik lagi, sblm memulai usaha ternak ini, yg paling penting adalah Market yg dituju harus sdh ada yg menampung

  • HERI771

    17 Februari 2021

    ya, kembali lagi mas Toro mungkin peminat/pembelinya berkurang atau ada hal lain, atau memang si pengepul hanya berpikir profit oriented tanpa berpikir orang lain, secara tidak langsung perlahan ya sama saja membunuh ladang duit dia sendiri, saat bisnis bunga kamboja sudah tidak banyak pemainnya. mungkin yah barangkali 😅

    TORO617 tulis:

    Spt itu sebenarnya rakyat kita sdh cerdas, hanya kebutuhan saja mrk tak berkutik.

    Spt bisnis bunga kamboja, harga ditingkat bawah awalnya tinggi, lambat laun mulai trik2 dimainkan.

    Semakin kaya org semacam itu semakin banyak hitungannya dan target2 mulai dipasang tanpa memperhatikan partnernya memble atau tidak.

  • DAMAS641

    17 Februari 2021

    Cici MEI juga harus lihat dulu di google perihal PT. MULTI CAHAYA DINARTO, supaya mendapat gambaran yang jelas, kalau mau serius terjun dalam bisnis ulat jerman. Semoga info ini berguna bagi Ci MEI. GBU!!!

    MEI525 tulis:

    Nah tuh.. Boleh di coba tuh Heri771.

    Kl mau aman, harus pakai kontrak. Jadi hasil panen tidak sia2.

  • DAMAS641

    17 Februari 2021

    sama-sama mas HERI, karena saya menyimak pembicaraan soal ulat jerman di ruang ini, makanya saya cari di google informasi tentang hal itu. Karena saya juga tidak bergerak dalam bisnis ulat jerman. Saya lebih tertarik pada bisnis pengolahan kelapa, seandainya ada pihak investor yang siap untuk bekerja sama. Kenapa saya pilih bisnis pengolahan kelapa? Karena semua unsur dalam buah kelapa khususnya, dapat diolah untuk sumber pendapatan (pemasukan) keuangan. Kulit kelapa (sabut) dapat diolah menjadi coco peet, air kelapa dapat diolah menjadi nata de coco, batok kelapa dapat diolah menjadi areng dan selanjutnya diolah lagi menjadi briket areng batok kelapa yang mempunyai nilai eksport untuk shisa, bbq dan bahan bakar tungku pemanas ruangan dinegara-negara yang mengalami musim dingin. Daging kelapa bisa diolah menjadi banyak hal, seperti santan, kopra untuk minyak kelapa dan juga Virgin Coconut Oil (VCO) yang juga bernilai jual yang tinggi.

    Namun sayangnya impian itu masih tetap menjadi impian sampai dengan saat ini. karena belum menemukan pihak investor yang pas dan sesuai dengan rencana dan kehendak Tuhan.

    HERI771 tulis:

    trims mas Damas menambah informasi tambahan, saya lihat disini informasi nya cukup banyak, dan mgkn dikatakan pionir yah mengingat dikatakan sudah dilakukan sudah lama, dan mgkn saya baru melek sekarang hahahah.. 😂

    17 Februari 2021 diubah oleh DAMAS641

  • VINCENT012

    17 Februari 2021

    Semacam praktek "rentseeking" dalam skala mikro😂

    Tapi yg begini ini umum kayaknya dalam dunia perdagangan komoditas di negri ini, selalu " middle man" yg cenderung " menguasai" pasar dan harga.

    Yg lbh parah, middle man ini gak cuma satu level biasanya, tp bertingkat, pengepul kecil, sedang, besar.

    Dr sini udh keliatan, yg paling menderita yg paling bawah ( kl dlm konteks ulat jerman, ya peternaknya)

    TORO617 tulis:

    Betul nanti supply melimpah pengepul mulai bertingkah mempermainkan harga dgn syarat ini itu, grade ini grade itu.

  • DAMAS641

    17 Februari 2021

    Benarkah demikian? coba bung VINCENT & bung TORO kunjungi dulu web PT. MULTI CAHYA DINARTO (cari di google) supaya mendapat wawasan yang jelas soal bisnis ulat jerman ini. OK!?

    VINCENT012 tulis:

    Semacam praktek "rentseeking" dalam skala mikro😂

    Tapi yg begini ini umum kayaknya dalam dunia perdagangan komoditas di negri ini, selalu " middle man" yg cenderung " menguasai" pasar dan harga.

    Yg lbh parah, middle man ini gak cuma satu level biasanya, tp bertingkat, pengepul kecil, sedang, besar.

    Dr sini udh keliatan, yg paling menderita yg paling bawah ( kl dlm konteks ulat jerman, ya peternaknya)

  • VINCENT012

    17 Februari 2021

    Bro Heri, kebetulan bertahun2 yg lalu, saya sempat pelajari ( lsg bicara ke supplier nya) bbrp komoditas ( krn waktu itu saya berencana utk diversifikasi komoditi yg saya mau ekspor)

    Yg sempat saya pelajari: singkong, coconut fiber, dan galena ( ini komoditas minerba, jd pd saat lg baru belajar, keluar lah UU Minerba, akhirnya semua plan kita drop total

    Semua komoditas di atas itu permintaan pasar ekspor unlimited ( brp ratus atau ribu ton yg kita punya, bisa terserap), tp kendala nya klasik, di harga.

    Karena dr dulu ( smp skrg), saya selalu setia di jalur " trading" yaitu beli lokal langsung dijual lg ( ekspor), dan gak berminat utk masuk ke jalur produksi.

    Dr komoditas tsb di atas ( kecuali mungkin galena) saya berhadapan dng kendala harga beli vs harga jual ekspor vs kurs USD yg membuat rencana ekspor komoditas tsb di atas jd gak jalan

    Bisa jadi krn jaringan saya kurang jauh masuk ke bawah, jd akhirnya ketemunya tengkulak/pengepul level kesekian yg pengen " kaya mendadak"😂

    Kesimpulan saya pribadi, walaupun permintaan pasar ekspor unlimited buat suatu komoditas, gak berarti kita bs ekspor komoditas tsb dng enak, krn spt jalannya dunia ini, pasar akan menciptakan keseimbangannya sendiri

    Keseimbangan berarti ; profit margin minimal  ( kl kita dealing dng raw material), dan semua komoditas yg saya sebut di atas masuk ke raw material.

    HERI771 tulis:

    hmm.. iya sih setuju bilamana skala industri itu suatu saat nanti dibutuhkan alat alat pendukung yah.

    btw, berapa sih harga jual yg diinginkan ke pengepul yg wajar/pantas, dan at less minim break event point nya kisaran berpaa (sudut pandang peternak), disisi lain perlu diingat juga, yg namanya pengepul sy rasa sudah memperhitungkan cost dari sisi modal yg perlu disiapkan, gudang dan mgkn risk eksportir lain lagi, lebih lebih bermain dikeduanya sekaligus, membuat pengepul berpotensi bisa menambah breakdown harga dan pengepul setahu saya tentu yg menentukan harga, mengingat pemainnya pun saat ini (pengepul) belum banyak, even produk manapun, kan mereka berani menampung, ya mau nga mau ikuti permainan dia, ketergantungan dia jika kita tidak bisa memasarkan sendiri sepanjang kita masih bisa mendapat keutungan.

    (Sisi peternak) Saya pikir yah, jika dikatakan belum untung dgn harga yg diinginkan, mgkn barangkali perlu lihat kedalam dgn perkecil efisiensi cost, dan memperhitungkan periode BEP dan mgkn perlu dibedakan cost yg dijadikan sbg aset tetap atau cost maintenancenya/produksinya, dan apakah ke tutup dengan hasil yg dimungkinkan berlipat ganda dan berkelanjutan.

    Analoginya jika ada pendapatan sekian tapi gaya hidupnya tinggi, ya besar pasak dari pada tiang, selalu tidak mencukupi, ya mungkin solusinya kita menurunkan gaya hidup. Kita saat pengadaan awal jika memakai keranjang plastik yg mgkn mahal, mgkn dipakai sementara pakai kayu, atau keranjang plastik yg murah dulu, walaupun daya tahan pendek, penyediaan lahan yg dipunyai seadanya dulu. ini dari kacamata sy loh yah, dari berbagai informasi sementara yg didapat 😅

    btw, yg saya maksud belum terjun dan perlu diklarifikasi diperjelas sekalian nih, saya dalam hal ini mewakili investor dalam hal permodalan, saat investor meminta saya mencari tau role model bisnisnya, untuk itu sy melakukan penjajakan lebih jauh, kalau sy pribadi belum sanggup dan belum siap, apalagi terpikirkan jadi pengepul, link jaringan pun belum banyak juga mba Mei 😅😂, sy tuh pembantu, ya bahasa kerennya arranger financial, bantuin pencarian data, informasi, bantuin research ke lapangan juga, dan memastikan ke investor ttg bisnisnya memungkinkan worth it atau tidak, sehingga diharapkan sy bisa menyakinkan mereka, kadangkala mentok blank, untuk itu kadang perlu ada interaksi diskusi dan masukan informasi dari yg sudah berkecimpung lebih awal lebih membantu 😂

    mengenai market yg dituju misal LN,.. sayangnya saat ini kondisi pandemi memang mungkin agak berat, lalu lintas barang menjadi bisa agak tersendat, butuh penglaman lebih, mgkn disini member ada yg punya sisi gambaran terkait hal ini, untuk itu buat peternak lingkup kecil /sambilan mengisi ruang waktu bisnis dalam WFH, sasaran segmen lokal mungkin bisa menjadi pilihan sementara waktu.

    bahkan pilihan retail sekilas yg sy lihat dijual toko online untuk lokal, ada yg menjual 100gr rp 20.000., asumsi totaly rp 200.000/kg  dan  ada yg beli ratusan orang, woww 😌😅 jd jika let say kurang /belum untung ya jual di ritail langsung, jika tidak terserap yah kasih ke pengepul. ya disini lah pintar pintar mengatur.

    catt: lihat kecenderungan pada ROE, return on equity tinggi dan berkelanjutan, pendapatan kontinuitas, seiring waktu ROA  asetpun meningkat, saat hasil diendapkan lagi. (ini disukai Investor). Investor melihat dari optimisme dari peternak yg mgkn punya view lebih jauh dan bisa menyakinkan, disitu investor masuk.

    #pada dasarnya sy hanya mau share saja sih diawal, dgn info yg mgkn masih minim didapat., dan bantu share business idea yg sedang saya pelajari, yg mungkin tak terlihat atau terlewatkan dari member, kurang lebih begitu 😄

  • VINCENT012

    17 Februari 2021

    Kebetulan saya ada pengalaman ekspor ( walaupun gak ada apa2nya lah) sedikit, jd tantangan buat eksportir sebetulnya ada bbrp:

    1. Kepastian quantity ( kl quality kita bs make sure dng thorough checking pd saat beli barang), krn ekspor gak akan kurang dr 20 ton, dan kl kita cuma punya misal 15-16 ton sbg stok, kita ttp gak akan bisa ekspor kecuali siap menanggung rugi

    2.kurs USD against IDR

    Kl fluktuatif, itu sangat berbahaya, ada bbrp kejadian dimana kita baru menerima pembayaran dr Buyer luar negri pd saat IDR sedang menguat thdp USD

    3.Terms of payment dr Buyer

    First time buyer umumnya gak akan mau T/T ( telegraphic transfer) with deposit

    Mrk akan insist on LC ( letter of credit), and mayoritas akan maksa buat pake USANCE LC instead of LC AT SIGHT

    Usance means, kita baru bs menerima pembayaran dkm tempo bbrp lama ( variatif) stlh barang smp di negara tujuan, scr rata2 bisa berkisar antara 1- 2 bulan tergantung nego kita dng Buyer tsb

  • VINCENT012

    17 Februari 2021

    Jujur kl ulat jerman blm pernah coba sih bro Damas, cuma penjelasan dr bro Toro soal ini sejalan dng pengalaman saya di komoditas lain

    Ya tapi bisa jadi juga ulat jerman ini beda dng yg lain, we never know sblm bener2 masuk ke jalur ini kan

    DAMAS641 tulis:

    Benarkah demikian? coba bung VINCENT & bung TORO kunjungi dulu web PT. MULTI CAHYA DINARTO (cari di google) supaya mendapat wawasan yang jelas soal bisnis ulat jerman ini. OK!?

  • VINCENT012

    17 Februari 2021

    Betul bro Damas, kelapa tuh boleh dibilang gak ada matinya lah ampir semua bagiannya bs kepake

    Kl sabut umumnya jd serat bro, namanya Coconut Fiber ( pake mesin sederhana), dr hasil penyerutan sabut menjadi serat ini akan didapat bubuk2,  nah bubuk2 ini yg dsbt coco peat  ( biasanya bs dipake buat tanaman hidroponik).

    Coco peat ini sering dibentuk jd blok.

    Market LN terbesar kl dulu sih ke Aussie

    Coconut charcoal ( arang batok kelapa) permintaan pasar LN jg unlimited, tp kendala selain quantity ( krn dulu pemasok masih pk sistem manual buat produksinya, dibakar dlm tong smp jd arang) juga resistensi dr shipping lines ( pelayaran) buat nerima jenis cargo ini.

    Mereka cenderung mengklasifikasikan ini sbg DG ( Dangerous Goods/barang berbahaya) Cargo

    Kl masuk DG berarti cost dan lain2 sangat ekstra

    Bbrp tahun silam saya udh sempat tanda tangan kontrak ekspor buat coconut fiber  dng Buyer dr China, tp akhirnya saya batalin krn kendala harga dan kurs yg fluktuatif waktu itu

    DAMAS641 tulis:

    sama-sama mas HERI, karena saya menyimak pembicaraan soal ulat jerman di ruang ini, makanya saya cari di google informasi tentang hal itu. Karena saya juga tidak bergerak dalam bisnis ulat jerman. Saya lebih tertarik pada bisnis pengolahan kelapa, seandainya ada pihak investor yang siap untuk bekerja sama. Kenapa saya pilih bisnis pengolahan kelapa? Karena semua unsur dalam buah kelapa khususnya, dapat diolah untuk sumber pendapatan (pemasukan) keuangan. Kulit kelapa (sabut) dapat diolah menjadi coco peet, air kelapa dapat diolah menjadi nata de coco, batok kelapa dapat diolah menjadi areng dan selanjutnya diolah lagi menjadi briket areng batok kelapa yang mempunyai nilai eksport untuk shisa, bbq dan bahan bakar tungku pemanas ruangan dinegara-negara yang mengalami musim dingin. Daging kelapa bisa diolah menjadi banyak hal, seperti santan, kopra untuk minyak kelapa dan juga Virgin Coconut Oil (VCO) yang juga bernilai jual yang tinggi.

    Namun sayangnya impian itu masih tetap menjadi impian sampai dengan saat ini. karena belum menemukan pihak investor yang pas dan sesuai dengan rencana dan kehendak Tuhan.

    17 Februari 2021 diubah oleh VINCENT012

  • DAMAS641

    17 Februari 2021

    Betul sekali bong VINCENT, kalau kita export arang batok kelapanya bisa masuk dalam golong barang DG , alangkah baiknya kalau arang batok diproduksi dulu jadi briket, baru diexport untuk shisa, bbq dan bahan bakar tungku pemanas ruangan.

    Kalau bisnis areng sebaiknya dilakukan di dalam negri saja, karena banyak pabrik briket yang terus-menerus membutuhkannya.

    VINCENT012 tulis:

    Betul bro Damas, kelapa tuh boleh dibilang gak ada matinya lah ampir semua bagiannya bs kepake

    Kl sabut umumnya jd serat bro, namanya Coconut Fiber ( pake mesin sederhana), dr hasil penyerutan sabut menjadi serat ini akan didapat bubuk2,  nah bubuk2 ini yg dsbt coco peat  ( biasanya bs dipake buat tanaman hidroponik).

    Coco peat ini sering dibentuk jd blok.

    Market LN terbesar kl dulu sih ke Aussie

    Coconut charcoal ( arang batok kelapa) permintaan pasar LN jg unlimited, tp kendala selain quantity ( krn dulu pemasok masih pk sistem manual buat produksinya, dibakar dlm tong smp jd arang) juga resistensi dr shipping lines ( pelayaran) buat nerima jenis cargo ini.

    Mereka cenderung mengklasifikasikan ini sbg DG ( Dangerous Goods/barang berbahaya) Cargo

    Kl masuk DG berarti cost dan lain2 sangat ekstra

    Bbrp tahun silam saya udh sempat tanda tangan kontrak ekspor buat coconut fiber  dng Buyer dr China, tp akhirnya saya batalin krn kendala harga dan kurs yg fluktuatif waktu itu

  • 17 Februari 2021

    Bang Vincent, untuk komodity cassava, coco fiber dan semua turunan nya (kecuali galena), bagian mana ya yang terimbas dgn UU minerba ya?  UU No.4 2009. (di revisi Jokowi thn 2020 kmrin)

    Apakah komodity yg di maksud itu end product nya adlh oil? krn beberapa tahun kemarin saat oil hit the higest level di atas USD 112/barrel, kt pernah ngelirik biofuel menjadi alternative energy yg sangat feasible (pada wktu itu) & bahan baku nya adlh cassava.. That attracts global investment.  But then global fuel price dropped so sicnificantly sampai di bawah USD50/barrel. Then the project menjadi less feasible.. sampai nanti back to di atas USD90/barrel. Itu blm terdampak UU minerba.  

    Utk coco fiber dan produk turunan nya, bagian mana yg terdampak dgn UU minerba ya? bkn ke mining kan ya.. itu masih attractive sampai saat ini.. hanya bhn bakunya kt masih kalah kompititif dgn bbrapa ngara lain (like India, to some level Philipines so on)

    VINCENT012 tulis:

    Bro Heri, kebetulan bertahun2 yg lalu, saya sempat pelajari ( lsg bicara ke supplier nya) bbrp komoditas ( krn waktu itu saya berencana utk diversifikasi komoditi yg saya mau ekspor)

    Yg sempat saya pelajari: singkong, coconut fiber, dan galena ( ini komoditas minerba, jd pd saat lg baru belajar, keluar lah UU Minerba, akhirnya semua plan kita drop total

    Semua komoditas di atas itu permintaan pasar ekspor unlimited ( brp ratus atau ribu ton yg kita punya, bisa terserap), tp kendala nya klasik, di harga.

    Karena dr dulu ( smp skrg), saya selalu setia di jalur " trading" yaitu beli lokal langsung dijual lg ( ekspor), dan gak berminat utk masuk ke jalur produksi.

    Dr komoditas tsb di atas ( kecuali mungkin galena) saya berhadapan dng kendala harga beli vs harga jual ekspor vs kurs USD yg membuat rencana ekspor komoditas tsb di atas jd gak jalan

    Bisa jadi krn jaringan saya kurang jauh masuk ke bawah, jd akhirnya ketemunya tengkulak/pengepul level kesekian yg pengen " kaya mendadak"😂

    Kesimpulan saya pribadi, walaupun permintaan pasar ekspor unlimited buat suatu komoditas, gak berarti kita bs ekspor komoditas tsb dng enak, krn spt jalannya dunia ini, pasar akan menciptakan keseimbangannya sendiri

    Keseimbangan berarti ; profit margin minimal  ( kl kita dealing dng raw material), dan semua komoditas yg saya sebut di atas masuk ke raw material.

    17 Februari 2021 diubah oleh CRISTIANO501

  • VINCENT012

    17 Februari 2021

    Bro Christiano,yg saya maksud kena UU minerba tuh cuma galena aja bro, yg lain kagak.

    Galena kan mineral, batu yg perlu ditambang buat di extract kandungan Pb (timbal) nya.

    Konon katanya galena dng kandungan Pb terbaik ada di Indonesia  bagian timur, spt di halmahera.

    Sblm ada UU minerba, its easy, gali lsg ship out, gak heran pd masa itu banyak chinese PRC ( mainland) pd dtg ke Indonesia, keliaran buat nyari and nambang galena buat dikirim ke negara mereka.

    Stlh UU minerba keluar, udh gak bisa, people kudu bangun smelter kl mau ekspor atau misalkan blm kelar smelter tp mau ekspor, musti dpt status C&C dr kementrian ESDM.

    Kl utk Cassava chips ( gaplek singkong), pasokan banyak di lampung bro, tp make no mistake, ampir semua udh keserap sama pabrik bio etanol milik Medco disana.

    Sedangkan pasokan dr pulau Jawa banyak diserap sama Indofood ( katanya).

    Kalau utk membeli sih bisa2 aja, tp stlh kita berhitung pd waktu itu, profit margin kl kita ekspor akan gak worth it, itu yg membuat kita drop the whole plan buat komoditas ini

    CRISTIANO501 tulis:

    Bang Vincent, untuk komodity cassava, coco fiber dan semua turunan nya (kecuali galena), bagian mana ya yang terimbas dgn UU minerba ya?  UU No.4 2009. (di revisi Jokowi thn 2020 kmrin)

    Apakah komodity yg di maksud itu end product nya adlh oil? krn beberapa tahun kemarin saat oil hit the higest level di atas USD 112/barrel, kt pernah ngelirik biofuel menjadi alternative energy yg sangat feasible (pada wktu itu) & bahan baku nya adlh cassava.. That attracts global investment.  But then global fuel price dropped so sicnificantly sampai di bawah USD50/barrel. Then the project menjadi less feasible.. sampai nanti back to di atas USD90/barrel. Itu blm terdampak UU minerba.  

    Utk coco fiber dan produk turunan nya, bagian mana yg terdampak dgn UU minerba ya? bkn ke mining kan ya.. itu masih attractive sampai saat ini.. hanya bhn bakunya kt masih kalah kompititif dgn bbrapa ngara lain (like India, to some level Philipines so on)

  • HERI771

    17 Februari 2021

    UU Minerba setahu saya memang dibuat untuk meredam dan membatasi eksploitasi  khususnya mining hasil SDA dari perut bumi, karena hasil eksploitasi besar besaran dikhawatirkan mereduksi terjadinya pengurangan cadangan mineral lainnya yg kian lama bisa cepat habis, selain dari pemberian kontrak atau perpanjangan konsesi. Perushaan mining sector lebih mudah mengangkut bahan mentah ketimbang mereka melakukan olahan jadi dengan smelter, dan invest smelter memang butuh dukungan dana tidak sedikit. Nah, baru saya pun mau menanyakan hal itu kok bisa menyangkut pada hasil pertanian, tapi udah diluruskan, diatas ☺

    Beli lokal rupiah jual ekspor dollar 😂👍 mantap, andai kata kurs rupiah melemah/ dollar naik semakin bagus. Ntah yg terjadi sama bro saat itu, apakah dilakukan saat itu iklim politik internal dlm negeri lagi panas, biasanya efek ekonomi baik kurs atau stock market ikut bergejolak, atau ada imbas faktor luar. Setuju sih, baik eksport/importir harus bisa membaca fluktuasi kurs juga. 😂

    VINCENT012 tulis:

    Bro Heri, kebetulan bertahun2 yg lalu, saya sempat pelajari ( lsg bicara ke supplier nya) bbrp komoditas ( krn waktu itu saya berencana utk diversifikasi komoditi yg saya mau ekspor)

    Yg sempat saya pelajari: singkong, coconut fiber, dan galena ( ini komoditas minerba, jd pd saat lg baru belajar, keluar lah UU Minerba, akhirnya semua plan kita drop total

    Semua komoditas di atas itu permintaan pasar ekspor unlimited ( brp ratus atau ribu ton yg kita punya, bisa terserap), tp kendala nya klasik, di harga.

    Karena dr dulu ( smp skrg), saya selalu setia di jalur " trading" yaitu beli lokal langsung dijual lg ( ekspor), dan gak berminat utk masuk ke jalur produksi.

    Dr komoditas tsb di atas ( kecuali mungkin galena) saya berhadapan dng kendala harga beli vs harga jual ekspor vs kurs USD yg membuat rencana ekspor komoditas tsb di atas jd gak jalan

    Bisa jadi krn jaringan saya kurang jauh masuk ke bawah, jd akhirnya ketemunya tengkulak/pengepul level kesekian yg pengen " kaya mendadak"😂

    Kesimpulan saya pribadi, walaupun permintaan pasar ekspor unlimited buat suatu komoditas, gak berarti kita bs ekspor komoditas tsb dng enak, krn spt jalannya dunia ini, pasar akan menciptakan keseimbangannya sendiri

    Keseimbangan berarti ; profit margin minimal  ( kl kita dealing dng raw material), dan semua komoditas yg saya sebut di atas masuk ke raw material.

  • HERI771

    17 Februari 2021

    👍 risk eksportir dijabarkan lengkap setuju bro Vincent, mgkn tambah prepare pajaknya kali yah, kelewatan salah hitung ntar hahahah... 😂

    VINCENT012 tulis:

    Kebetulan saya ada pengalaman ekspor ( walaupun gak ada apa2nya lah) sedikit, jd tantangan buat eksportir sebetulnya ada bbrp:

    1. Kepastian quantity ( kl quality kita bs make sure dng thorough checking pd saat beli barang), krn ekspor gak akan kurang dr 20 ton, dan kl kita cuma punya misal 15-16 ton sbg stok, kita ttp gak akan bisa ekspor kecuali siap menanggung rugi

    2.kurs USD against IDR

    Kl fluktuatif, itu sangat berbahaya, ada bbrp kejadian dimana kita baru menerima pembayaran dr Buyer luar negri pd saat IDR sedang menguat thdp USD

    3.Terms of payment dr Buyer

    First time buyer umumnya gak akan mau T/T ( telegraphic transfer) with deposit

    Mrk akan insist on LC ( letter of credit), and mayoritas akan maksa buat pake USANCE LC instead of LC AT SIGHT

    Usance means, kita baru bs menerima pembayaran dkm tempo bbrp lama ( variatif) stlh barang smp di negara tujuan, scr rata2 bisa berkisar antara 1- 2 bulan tergantung nego kita dng Buyer tsb

  • HERI771

    17 Februari 2021

    banyak SDA dari hasil pertanian yg dihasilkan yg bisa dijual, seperti mas Damas ceritakan ini dari olahan kelapa atau hasil perkebunan lainnya, dan tidak menampik adanya potensi lebih jika diolah lagi dalam bentuk jadi, dan lebih bernilai, saya setuju mas Damas. Hukum ekonomi terkait demand supply menjadi pertimbangan, persaingan turut menjadi perhitungan, dan mempengaruhi fluktuasi harga jual, apalagi jika bertumpu terhadap barometer harga dunia atas produk tsb (jika ada), saya belum mengetahui lebih jauh. Kembali pada ulasan diakhir "investor yg pas" apa yg menjadi kendalanya? Model kerjasama apa yg diinginkan? jika sehubungan dengan plan ekspansi produksi yg lebih besar, sepanjang usaha tsb sudah berjalan, saya rasa banyak pihak perbankan bisa membantu mengucurkan pinjaman pendanaan.

    DAMAS641 tulis:

    sama-sama mas HERI, karena saya menyimak pembicaraan soal ulat jerman di ruang ini, makanya saya cari di google informasi tentang hal itu. Karena saya juga tidak bergerak dalam bisnis ulat jerman. Saya lebih tertarik pada bisnis pengolahan kelapa, seandainya ada pihak investor yang siap untuk bekerja sama. Kenapa saya pilih bisnis pengolahan kelapa? Karena semua unsur dalam buah kelapa khususnya, dapat diolah untuk sumber pendapatan (pemasukan) keuangan. Kulit kelapa (sabut) dapat diolah menjadi coco peet, air kelapa dapat diolah menjadi nata de coco, batok kelapa dapat diolah menjadi areng dan selanjutnya diolah lagi menjadi briket areng batok kelapa yang mempunyai nilai eksport untuk shisa, bbq dan bahan bakar tungku pemanas ruangan dinegara-negara yang mengalami musim dingin. Daging kelapa bisa diolah menjadi banyak hal, seperti santan, kopra untuk minyak kelapa dan juga Virgin Coconut Oil (VCO) yang juga bernilai jual yang tinggi.

    Namun sayangnya impian itu masih tetap menjadi impian sampai dengan saat ini. karena belum menemukan pihak investor yang pas dan sesuai dengan rencana dan kehendak Tuhan.

1176 – 1200 dari 1527    Ke halaman:  Sebelumnya  1 ... 47  48  49 ... 62  Selanjutnya Kirim tanggapan