Dating site Kristen pertama dan terbesar di Indonesia

Daftar sekarang secara gratis

Apa arti mahar / sinamot(batak) bagi para wanita dan Pria JK?

ForumGaya hidup Kristen

126 – 150 dari 513    Ke halaman:  Sebelumnya  1 ... 5  6  7 ... 21  Selanjutnya Kirim tanggapan

  • KHRISNA943

    21 Juni 2016

    It's okay, itu terserah aja. Itu saya alamin sendiri. Hahahaha

  • 25 Juni 2016

    KHRISNA943 tulis:

    It's okay, itu terserah aja. Itu saya alamin sendiri. Hahahaha

    Sepertinya itu cara penolakan pihak keluarga si wanita  thd yg melamar.

  • AMY208

    25 Juni 2016

    Karena sinamot inilah sy mencari yg beda suku. Jd nya klo beda suku bisa ambil jln tengah. No matter what u think. ;-)

    Yg paling penting dari pernikahan adalah saat diberkati di gereja sisanya hny pelengkap. Bisa bulan madu ke tempat yg paling romantis.

    Drpd buat pesta adat yg menghamburkan duit. Ribut2 Cape lagi. Tidak berkesan krn semua org buat hal yg sama.

    Msh searching yg bs nerima pandangan sy nh.. ;-)

    25 Juni 2016 diubah oleh AMY208

  • 27 Juni 2016

    SOWOKIR377 tulis:

    Pentingkah sebuah mahar? Pentingkah sebuah event pesta nikah yg mewah? Atau lebih penting focus after event pernikahan? Hayooo heheheh

    :up: Menurutku sih menikah itu yg penting dasarnya cinta yg tulus dan sah scr agama serta sipil. BAhkan jika kondisi ekonomi si pria sangat biasa2 sj (saya menghindari memakai kata 'morat-marit', 'pas2an' krn kesannya kurang halus), ga ush pesta, ga ush ada mahar. Cukup nikah  sipil dan gereja saja, dan di gereja juga ya jika terpaksa sediakan aqua gelas serta 2 potong kue sj di kotak2 kecil. Bahkan, jika pendekoran gereja memakan biaya ya sdhlah grejanya ga ush didekor. Tabungan si suami nantinya utk kebutuhan setelah menikah sj, terutama bagi yg masih ingin pnya baby tuh.

    Hanya saja memang mahar/sinamot masih diberlakukan. Pasti tujuannya positif. Memang itu proses yg harus dilalui.

  • TOTTI583

    2 Maret 2017

    Syalom kawan2..meski topik/forum ini sudah lama sekali, izinkan saya bertanya kepada kawan sekalian mengenai permasalahan yang saya hadapi.

    Begini, saya bertemu dengan gadis dari JK ini, setelah kami bertemu dan saling suka kemudian kami berpacaran dan memutuskan menikah (skip time line-nya, panjang soalnya,,hehe). Sebelum saya melamar saya tentu sudah bertemu dengan kedua orang tuanya, ayahnya adalah orang Jawa (Trawas, Jawa Timur) dan ibunya Batak. Nah, sang ayah ini memang sudah diadatkan waktu menikah dengan ibunya dan mendapatkan marga Harianja.

    Nah, waktu saya menyatakan keseriusan secara pribadi dengan ayahnya, beliau memberikan restu kepada saya. Singkat kata, mulailah saya mempertemukan orang tuanya dengan orang tua saya (kebetulan ortu saya di Surabaya, jd hrs ke jkt). Kedua keluarga cocok dan saling sepakat untuk menentukan tanggal lamaran, yang jatuh pada tanggal 26 November 2016. Namun, H-1 saya dikejutkan dengan tuntutan mengenai "uang abu" yang katanya merupakan tradisi Jawa dimana keluarga pria berkontribusi dalam acara lamaran (kontribusi berupa uang). Meski keluarga saya tidak mengenal tradisi "uang abu" tersebut (walaupun seluruh keluarga saya Jawa), ayah saya menyanggupi dan membayarnya. Penyerahannya disatukan dengan barang-barang seserahan dari saya dan keluarga saya (cincin, anting, kalung, brokat, batik dan tentu saja "uang abu").

    Setelah acara lamaran, mulailah kami (dua keluarga ini) berdiskusi mengenai penyelenggaraan pernikahan, siapa bertanggung jawab untuk apa, diskusi ini berlangsung di hari yang sama pas lamaran (selepas acara). Ayah saya mengusulkan bahwa pihak kami (keluarga laki-laki) bertanggung jawab untuk biaya acara pesta pernikahan, untuk resepsi kami yang menanggung. Sementara, keluarga tunangan saya yang bertanggung jawab untuk pemberkatan. Saat itu tidak ada keberatan dan kami semua dalam ruangan tersebut bersepakat kalau pesta pernikahan menggunakan tema nasional, tidak menggunakan adat, baik adat Jawa maupun Batak.

    Seiring waktu, semua berjalan lancar, kami (saya dan tunangan) mencari gedung yang cocok serta catering/WO yang cocok pula. Ternyata dapat WO yang juga melayani konsumsi untuk acara pemberkatan. Jadilah keluarga saya yang menanggung. Artinya 99% proses pernikahan sudah ditanggung oleh keluarga saya.

    Nah, menjelang rapat kedua, pada tanggal 16 Januari 2017, saya dikejutkan kembali oleh kabar yang dibawa tunangan saya. Bahwa, ayahnya menuntut Sinamot sebagai mahar dan Sinamot tersebut itu katanya bersifat mutlak. Saya keberatan karena dalam kesepakatan pertama tidak disebutkan syarat-syarat adat seperti itu dan bahwasanya semua dilakukan dengan tema nasional. Karena kesepakatan sudah dibuat, saya tetap kukuh dengan kesepakatan pertama yang dibuat waktu lamaran. Namun, ayahnya tetap ngotot meminta Sinamot yang besarnya mencapai Rp 30 juta, Saya tentu pusing tujuh keliling, karena gedung sudah saya bayar, tinggal WO yang menunggu pelunasan. Lantas, jika saya dibebani dengan Sinamot lagi, habis lah tabungan saya sepenuhnya. Saya tidak bisa meminta orang tua saya, karena mereka sudah berkorban banyak.

    Pada tanggal 4 Februari lalu saya bertemu keluarganya di rumahnya (sendirian), saya bicara terus terang bahwa saya tidak sanggup. Namun, ayahnya tetap ngotot bahwa Sinamot merupakan tradisi, padahal waktu bersepakat ia sama sekali tidak menyebut soal itu (jadi tuntutannya muncul di tengah2). Saya waktu itu walk out, pergi dr rumahnya tanpa menoleh karena ayahnya sudah menyinggung orang tua saya dengan mengatakan "kewajiban orang tua itu mengantarkan anak ke pernikahan, masak gini aja tidak bisa". Saya mengatakan orang tua saya mampu, saya yang tidak mampu dan saya tidak bisa meminta lebih kepada orang tua saya sebab mereka sudah berkorban banyak dengan turut mendanai pesta serta memberikan bekal berupa rumah untuk kehidupan saya dan istri saya kelak.

    Hari minggu nanti saya rencananya akan bertemu lagi dengan kedua orang tuanya. Tapi dari pesan yang disampaikan tunangan saya, mereka tetap menuntut Sinamot.

    Apa yang harus saya lakukan? Apakah saya harus tunduk kepada permintaan ayah tunangan saya? Walaupun permintaan tersebut muncul di tengah jalan. Saya takut dengan adanya tuntutan2 yang seba mendadak seperti ini, ke depan hidup saya akan dirongrong terus. Saya takur, kalau sekiranya saya tunduk dan jadi menikah, menjelang hari H akan muncul tuntutan2 lain. Saya bertanya kepada teman2 di kantor saya yang bersuku Batak, mereka mengatakan permintaan tersebut tidak sah karena muncul di tengah2 jalan. Selain itu, karena di kesepakatan yang sudah dibuat di awal tidak menggunakan adat (baik Jawa maupun Batak), melainkan nasional.

    Saya mohon nasehat dari kawan2 JK. Apa yang sebaiknya saya lakukan? Saya mohon dengan sangat.

  • 2 Maret 2017

    _edit_   :)

    2 Maret 2017 diubah oleh VINA735

  • PANDU409

    2 Maret 2017

    Berat aja masalahmu bro totti...

    Trlalu bnyak motifnya dr pihak tunanganmu,  trus tunangan mu koq kliatannya pasif d ceritamu,

  • CAPRI600

    2 Maret 2017

    Hay bro totti,

    Izin memberi masukan yah, klw sdah smua di prsiapkan knp tdk diteruskan, kn gk mgkn krn sinamot gagal nikah, saran saya sih, perlu perbincangan antara kedua bela pihah keluarga kembali, mencari jln keluarnya, "setau saya" ini nnti prnikahanny menuju adat batak "klw ada sinamotny, dan bro totti sama sprti bpk tunanganmu dlm adat batak "beli marga/dksh marga" krn sinamot tdi bkn sepenuhny bwd keluarga cwe kok, sbgian utk kepentingan pesta.

  • LINA058

    2 Maret 2017

    Brother toti saya sedikit komen boleh kan...sebenarnya klo dikatakan sejak awal sinamot itu lebih penting memang biasanya dalam keluarga batak...apalagi ayah tunanganmu sudah diadati.sinamot klo sudah diminta tidak bisa dibatalkan tapi bisa ditawar bro...tergantung kesepakatan..sebab dari uang itu kadang di pake orangtua untuk membeli baju dan lain2 untuk keperluan sang anak..jadi cobalah buat kesepakatan namun berdoalah andalkan Tuhan untuk bekerja dalam kuasa perkatanmu...be the best saja...klo jodoh pastu semua dilancarkan Tuhan...nego saja sama ortu maybe bukan meminta tapi meminjam juga bolehkan...meski memberatkan ortu kadang

    2 Maret 2017 diubah oleh LINA058

  • TOTTI583

    2 Maret 2017

    Waduh, "kalau beli marga" prosesinya spt apa kawan? DI luar sinamot kah?

    CAPRI600 tulis:

    Hay bro totti,

    Izin memberi masukan yah, klw sdah smua di prsiapkan knp tdk diteruskan, kn gk mgkn krn sinamot gagal nikah, saran saya sih, perlu perbincangan antara kedua bela pihah keluarga kembali, mencari jln keluarnya, "setau saya" ini nnti prnikahanny menuju adat batak "klw ada sinamotny, dan bro totti sama sprti bpk tunanganmu dlm adat batak "beli marga/dksh marga" krn sinamot tdi bkn sepenuhny bwd keluarga cwe kok, sbgian utk kepentingan pesta.

  • TOTTI583

    2 Maret 2017

    Entah bung..

    ya bukan pasif sih, dia juga bicara dengan ortunya tapi kena marah juga..

    PANDU409 tulis:

    Berat aja masalahmu bro totti...

    Trlalu bnyak motifnya dr pihak tunanganmu,  trus tunangan mu koq kliatannya pasif d ceritamu,

  • TOTTI583

    2 Maret 2017

    kalau baju kebaya pengantin dan songket memang sejak awal saya yang akan membelikan. Kalau itu diakui sebagai sinamot boleh tidak ya..? :)

    LINA058 tulis:

    Brother toti saya sedikit komen boleh kan...sebenarnya klo dikatakan sejak awal sinamot itu lebih penting memang biasanya dalam keluarga batak...apalagi ayah tunanganmu sudah diadati.sinamot klo sudah diminta tidak bisa dibatalkan tapi bisa ditawar bro...tergantung kesepakatan..sebab dari uang itu kadang di pake orangtua untuk membeli baju dan lain2 untuk keperluan sang anak..jadi cobalah buat kesepakatan namun berdoalah andalkan Tuhan untuk bekerja dalam kuasa perkatanmu...be the best saja...klo jodoh pastu semua dilancarkan Tuhan...nego saja sama ortu maybe bukan meminta tapi meminjam juga bolehkan...meski memberatkan ortu kadang

  • CIEDIE549

    2 Maret 2017

    wah, persoalannya rada berat ya bro TOTTI.

    urun saran aja, sebaiknya hal ini dibicarakan ke ortumu juga biar semua tau dan dicari jalan penyelesaiannya.

    setau saya, kalo memang tdk menikah secara adat, tidak perlu beli marga.

    setau sy kalo sinamot itu wajib dalam pernikahan batak (maaf kalo salah ya), besarnya bisa dibicarakan oleh kedua belah pihak. kalo memang bagi kamu sejumlah uang permintaan dari calon mertua berat ya dibicarakan saja.

    yg penting adalah kehidupan setelah resepsi pernikahan bukan pas acara pernikahannya, itu nasehat yg sy dapat dr kakak2 dan teman2 yg sdh menikah.

    dan hal ini harus dibicarakan dan diselesaikan secara jelas supaya tdk mengganjal dikemudian hari, karena kemungkinan bs diungkit2 lagi dan menjadi 'duri' dlm pernikahan kalian kelak. sy menjumpai hal ini dlm pernikahan teman sy.

    yg terpenting, berdoa minta hikmat Tuhan. Minta Tuhan melembutkan dan membuka hati calon mertuamu dan kel. tunanganmu supaya hal2 yg tdk perlu dipermasalahkan tdk dibesar2kan. Goodluck bro

  • PUTRA782

    2 Maret 2017

    Sorry to say yak .. Bkn mau mksud mperkeruh suasana yg sdh buthek..

    Koq ak liatny momen ini kek ajang balas dendam si bapak camer..

    Mungkin duluny pas ngedapetin si ibuk yg dri suku batak, dia kena aturan sinamot & beli marga itu.. Makany sekonyong2 pas dia ingat kejadian hari lampau itu, shg merasa calon pendamping ank perempuan ny perlu jg d berlakukan hal yg sama, kendati tuntutan itu muncul d tgh2 perjalanan mnuju hari besar ke2 mempelai.

    Ak ngga bisa kasi solusi, toh .. Ak bkn ahli negosiasi, 1 hal yg ku tau berdoa kpdNYA, jika emng jodoh mohon Yesus yg jamah hati si Bapak Camer agar lunak & menanggalkan ego masa lalu pernikahanny puluhan tahun silam.

    Uda gtu aja sich dri ak.

    2 Maret 2017 diubah oleh PUTRA782

  • CAPRI600

    2 Maret 2017

    TOTTI583 tulis:

    Waduh, "kalau beli marga" prosesinya spt apa kawan? DI luar sinamot kah?

    Klw sudh bicara ttg sinamot itu sudah mengarah ke ADAT, jdi klw disuku batak itu klw sudah mangadati, si cowok hrus pnya marga. Beli marga itu bkn dilakukan pakai duit, tpi dilakukan secara kekeluargaan dan adat.

  • FERNANDO207

    2 Maret 2017

    Kalau sudah deal dgn acara pernikahan secara nasional, ya gak ada istilah Sinamot, itu Ayah tunanganmu mungkin sudah didoktrin oleh fmlynya entah dari Clan Harianja atau Clan Mamanya setelah pertemuan antar keluarga kalian, karna mrk psti akan minta acara adat Batak nnti.

    Kalau udah gak konsisten gitu biasanya gak bagus

    TOTTI583 tulis:

    Syalom kawan2..meski topik/forum ini sudah lama sekali, izinkan saya bertanya kepada kawan sekalian mengenai permasalahan yang saya hadapi.

  • PUTRA782

    2 Maret 2017

    Wuidih.. Kalo master sensus keparibanan & partuturan sdh berkata demikian.. Apa bole buat.. Uda paten kalik itu. Nge he3..

    FERNANDO207 tulis:

    Kalau sudah deal dgn acara pernikahan secara nasional, ya gak ada istilah Sinamot, itu Ayah tunanganmu mungkin sudah didoktrin oleh fmlynya entah dari Clan Harianja atau Clan Mamanya setelah pertemuan antar keluarga kalian, karna mrk psti akan minta acara adat Batak nnti.

    Kalau udah gak konsisten gitu biasanya gak bagus

  • FERNANDO207

    2 Maret 2017

    Bkn gtu Bang, saya cm turut prihatin aj dgn Bro Totti yg trlalu cepat buat schedule pernikahan pdhl baru melakukan pertemuan kluarga, ya harusnya dipastikan dulu dari kluarga besar pihak perempuan (Clan Harianja) mau pernikahannya yg ky gmana, adat Jawa kah, adat Batak kah, Nasional kah.

    Ini udah diminta Uang abu, diminta lagi Sinamot, besok mungkin diminta "mahar" besoknya lg "mas kawin" dll.

    Takutnya emng mata duitan Ayahnya itu, blak-blakan ajalah kita

    PUTRA782 tulis:

    Wuidih.. Kalo master sensus keparibanan & partuturan sdh berkata demikian.. Apa bole buat.. Uda paten kalik itu. Nge he3..

  • ARMANDO251

    2 Maret 2017

    TOTTI583 tulis:

    Syalom kawan2..meski topik/forum ini sudah lama sekali, izinkan saya bertanya kepada kawan sekalian mengenai permasalahan yang saya hadapi.

    Begini, saya bertemu dengan gadis dari JK ini, setelah kami bertemu dan saling suka kemudian kami berpacaran dan memutuskan menikah (skip time line-nya, panjang soalnya,,hehe). Sebelum saya melamar saya tentu sudah bertemu dengan kedua orang tuanya, ayahnya adalah orang Jawa (Trawas, Jawa Timur) dan ibunya Batak. Nah, sang ayah ini memang sudah diadatkan waktu menikah dengan ibunya dan mendapatkan marga Harianja.

    Nah, waktu saya menyatakan keseriusan secara pribadi dengan ayahnya, beliau memberikan restu kepada saya. Singkat kata, mulailah saya mempertemukan orang tuanya dengan orang tua saya (kebetulan ortu saya di Surabaya, jd hrs ke jkt). Kedua keluarga cocok dan saling sepakat untuk menentukan tanggal lamaran, yang jatuh pada tanggal 26 November 2016. Namun, H-1 saya dikejutkan dengan tuntutan mengenai "uang abu" yang katanya merupakan tradisi Jawa dimana keluarga pria berkontribusi dalam acara lamaran (kontribusi berupa uang). Meski keluarga saya tidak mengenal tradisi "uang abu" tersebut (walaupun seluruh keluarga saya Jawa), ayah saya menyanggupi dan membayarnya. Penyerahannya disatukan dengan barang-barang seserahan dari saya dan keluarga saya (cincin, anting, kalung, brokat, batik dan tentu saja "uang abu").

    Setelah acara lamaran, mulailah kami (dua keluarga ini) berdiskusi mengenai penyelenggaraan pernikahan, siapa bertanggung jawab untuk apa, diskusi ini berlangsung di hari yang sama pas lamaran (selepas acara). Ayah saya mengusulkan bahwa pihak kami (keluarga laki-laki) bertanggung jawab untuk biaya acara pesta pernikahan, untuk resepsi kami yang menanggung. Sementara, keluarga tunangan saya yang bertanggung jawab untuk pemberkatan. Saat itu tidak ada keberatan dan kami semua dalam ruangan tersebut bersepakat kalau pesta pernikahan menggunakan tema nasional, tidak menggunakan adat, baik adat Jawa maupun Batak.

    Seiring waktu, semua berjalan lancar, kami (saya dan tunangan) mencari gedung yang cocok serta catering/WO yang cocok pula. Ternyata dapat WO yang juga melayani konsumsi untuk acara pemberkatan. Jadilah keluarga saya yang menanggung. Artinya 99% proses pernikahan sudah ditanggung oleh keluarga saya.

    Nah, menjelang rapat kedua, pada tanggal 16 Januari 2017, saya dikejutkan kembali oleh kabar yang dibawa tunangan saya. Bahwa, ayahnya menuntut Sinamot sebagai mahar dan Sinamot tersebut itu katanya bersifat mutlak. Saya keberatan karena dalam kesepakatan pertama tidak disebutkan syarat-syarat adat seperti itu dan bahwasanya semua dilakukan dengan tema nasional. Karena kesepakatan sudah dibuat, saya tetap kukuh dengan kesepakatan pertama yang dibuat waktu lamaran. Namun, ayahnya tetap ngotot meminta Sinamot yang besarnya mencapai Rp 30 juta, Saya tentu pusing tujuh keliling, karena gedung sudah saya bayar, tinggal WO yang menunggu pelunasan. Lantas, jika saya dibebani dengan Sinamot lagi, habis lah tabungan saya sepenuhnya. Saya tidak bisa meminta orang tua saya, karena mereka sudah berkorban banyak.

    Pada tanggal 4 Februari lalu saya bertemu keluarganya di rumahnya (sendirian), saya bicara terus terang bahwa saya tidak sanggup. Namun, ayahnya tetap ngotot bahwa Sinamot merupakan tradisi, padahal waktu bersepakat ia sama sekali tidak menyebut soal itu (jadi tuntutannya muncul di tengah2). Saya waktu itu walk out, pergi dr rumahnya tanpa menoleh karena ayahnya sudah menyinggung orang tua saya dengan mengatakan "kewajiban orang tua itu mengantarkan anak ke pernikahan, masak gini aja tidak bisa". Saya mengatakan orang tua saya mampu, saya yang tidak mampu dan saya tidak bisa meminta lebih kepada orang tua saya sebab mereka sudah berkorban banyak dengan turut mendanai pesta serta memberikan bekal berupa rumah untuk kehidupan saya dan istri saya kelak.

    Hari minggu nanti saya rencananya akan bertemu lagi dengan kedua orang tuanya. Tapi dari pesan yang disampaikan tunangan saya, mereka tetap menuntut Sinamot.

    Apa yang harus saya lakukan? Apakah saya harus tunduk kepada permintaan ayah tunangan saya? Walaupun permintaan tersebut muncul di tengah jalan. Saya takut dengan adanya tuntutan2 yang seba mendadak seperti ini, ke depan hidup saya akan dirongrong terus. Saya takur, kalau sekiranya saya tunduk dan jadi menikah, menjelang hari H akan muncul tuntutan2 lain. Saya bertanya kepada teman2 di kantor saya yang bersuku Batak, mereka mengatakan permintaan tersebut tidak sah karena muncul di tengah2 jalan. Selain itu, karena di kesepakatan yang sudah dibuat di awal tidak menggunakan adat (baik Jawa maupun Batak), melainkan nasional.

    Saya mohon nasehat dari kawan2 JK. Apa yang sebaiknya saya lakukan? Saya mohon dengan sangat.

    Wait...

    Bpk si calonmu jawa, ibunya yg batak, lha knp bapaknya minta sinamot sampai sebesar itu diluar  biaya pesta pula. #CMiiW# Setahu saya sinamot itu menjadi besar nominalnya krna didalamnya sudah termasuk biaya pernikahannya(termasuk pesta, adat,perhiasan,pakaian,dll). Itu pun tergantung dimana pesta pernikahannya itu akan diadakan. Klo di tempat si laki2(paranak) biasanya sinamot gak akan terlalu besar. Klo di tempat si perempuan(parboru) sinamotnya bisa jadi akan lebih besar.

  • ARMANDO251

    2 Maret 2017

    TOTTI583 tulis:

    Waduh, "kalau beli marga" prosesinya spt apa kawan? DI luar sinamot kah?

    Saya kok rada bingung nanggepin masalahmu mas.

    Sampean jawa. Calonmu pun jawa. Lalu knp ada istilah sinamot yah? Lalu knp harus ada istilah beli marga bro? Kan km & si perempuan sama2 jawa.

  • ARMANDO251

    2 Maret 2017

    FERNANDO207 tulis:

    Kalau sudah deal dgn acara pernikahan secara nasional, ya gak ada istilah Sinamot, itu Ayah tunanganmu mungkin sudah didoktrin oleh fmlynya entah dari Clan Harianja atau Clan Mamanya setelah pertemuan antar keluarga kalian, karna mrk psti akan minta acara adat Batak nnti.

    Kalau udah gak konsisten gitu biasanya gak bagus

    Aiii...lae..boa do kabar. Sehat do barang i Lae..haaahahaaa...

  • ARTHA890

    2 Maret 2017

    Sinamot itu perlu, tapi yah besarannya juga seperlunya saja sih. Sinamot digunakan untuk pembiayaan acara pernikahan, jadi tidak perlu besar besar amat.

    Lebih baik kelebihan dananya buat yang lebih baik, seperti modal awal untuk punya rumah, dan lain sebagainya.

  • EKO789

    2 Maret 2017

    Dek..sinamotmu brapa dek. Mas punya celengan kaleng  mn tau cukup haha

    CAPRI600 tulis:

    Hay bro totti,

    Izin memberi masukan yah, klw sdah smua di prsiapkan knp tdk diteruskan, kn gk mgkn krn sinamot gagal nikah, saran saya sih, perlu perbincangan antara kedua bela pihah keluarga kembali, mencari jln keluarnya, "setau saya" ini nnti prnikahanny menuju adat batak "klw ada sinamotny, dan bro totti sama sprti bpk tunanganmu dlm adat batak "beli marga/dksh marga" krn sinamot tdi bkn sepenuhny bwd keluarga cwe kok, sbgian utk kepentingan pesta.

  • AMBAR842

    2 Maret 2017

    Masalah sinamot adalahl topik yg bagus buat dibicarakan spy ada manfaat nya buat kita2 smua, jgn alani sinamot gabe sundat marokkap,  dr awal saya baca smua pendapat yg ada smua benar, ya itulah adanya dan smua yg disebut benar2 ada terjadi,  jd tinggal saja kita  menyikapi bgm kita merubah membuat smua jd baik, dan intinya jgnlah krn masalah mahar/sinamot cewek2 dan cowok2 batak jd  perawan dan lajang tua, smua masalah bisa diatasi asal saja ada komunikasi dan kerjasama yg baik, sama2 menanggung susah dan senangnya tdk saling mencari keuntungan Dr pasangan kita, mari saling membuat pasangan kita bahagia,  dan perceraianpun tdk akan terjadi krn itu jg firman Allah "Apa yg telah dipersatukan Allah tdk boleh diceraikan manusia, kecuali krn kematian yg memisahkan kita"

  • EKO789

    2 Maret 2017

    Betul..

    ARTHA890 tulis:

    Sinamot itu perlu, tapi yah besarannya juga seperlunya saja sih. Sinamot digunakan untuk pembiayaan acara pernikahan, jadi tidak perlu besar besar amat.

    Lebih baik kelebihan dananya buat yang lebih baik, seperti modal awal untuk punya rumah, dan lain sebagainya.

126 – 150 dari 513    Ke halaman:  Sebelumnya  1 ... 5  6  7 ... 21  Selanjutnya Kirim tanggapan