Dating site Kristen pertama dan terbesar di Indonesia

Daftar sekarang secara gratis

Frekuensi dan topik bahan obrolan saat PDKT

ForumPersahabatan dan hubungan

26 – 50 dari 73    Ke halaman:  Sebelumnya  1  2  3  Selanjutnya Kirim tanggapan

  • 17 Mei

    Berdasarkan pengalaman pribadi sih kalau ada yang PDKT pun saat pacaran (Konteks: Masa PDKT yang saya tolerir umumnya hanya 4-6 minggu plus Pacaran ‘umumnya’ biasa hanya bertahan max. 3 bulan dan kami memilih jadi ‘teman’/kenalan; walau ada 1-2 yang bertahan 1 tahun). Intensitas ngobrol ya tiap hari dan dalam sehari bisa beberapa kali mulai dari model Chat WA/telpon sampai beberapa kali/minggu ngomong face-t0-face (biar bisa amati ekspresi" non-verbal).


    Kalau obrolan sih beragam mulai dari dasar hingga yang "ajaib". Soale ngobrol topik yang bervariasi ya memang ini bagi saya sangat esensial. Namanya juga mencari pasangan yang lebih dekat daripada para sahabat cowok.

    Topik dasar obrolan beragam sih, antara lain:


    • Identitas diri (etnis/silsilah/keluarga)
    Karena mantan” saya umumnya dari etnis” Indonesia Timur (etnis Papua dan Maluku) dan masih dari zona budaya yang dekat dengan suku mama saya, pasti ngobrol asal/identitas kami termasuk fam/nama keluarga, silsilah dll. Jadi harus tahu dari awal apakah tiap orang yang PDKT/ngobrol ini sebenarnya masuk kategori apa; kerabat atau potensial jadi ‘pacar’. Simpel sih biar tidak terlanjur sayang e ternyata kerabat. Ribet nantinya kalau ikut acara kerukunan” keluarga.


    Nilai – nilai hidup dan nilai spiritual diri; semacam pertanyaan” filosofis lah


    Kesehatan termasuk seks (entah dari komunikasi seks, fenomena ala LGBTQ+, isu- isu sosial terkait kesehatan bahkan riset” tanaman obat dll);


    Visi masa depan (selain pekerjaan; sebagai individual, apa sih yang dikejar dalam kehidupan ini secara spesifik dan detail serta bagaimana target” dan langkah” perencanaannya. At least terlihat titik – titik individu ini arahnya nanti mau kemana. Jadi bisa menebak apakah kami akan sefrekuensi kelak atau tidak dan apakah saya bisa menjadi rekan yang mendukung atau tidak.)


    • Makanan dan minuman favorit;

    Iini penting bagi saya untuk bisa menilai apakah kelak kami cocok gak sebagai pasangan apalagi menikah. Soale ortu saya beda etnis dan agama (dulu) dan masing” pun besar dalam multikultur, jadi masa kecil saya sempat merasakan betapa ribetnya masa penyesuaian selera urusan masakan selama bertahun” awal.Misalnya saja terkait mulai dari model apakah model masakan bersantannya harus pakai kunyit atau tidak; level cabenya seperti apa, model tumisan sayur kayak gimana, pengolahan protein seperti apa. Ya biar saya gak ikutan bingung kalau menikah nanti harus mengakomodasi cara masak item bahan harus beda” di meja makan dan harus dibikin model 2-versi hahaha.


    Selain itu, item topik ini sekalian ngecek pandangan tentang minuman beralkohol dan mengecek adiksi/kecanduan lainnya seperti perokok aktif, drinking for social atau alkoholik dll. Soale saya tidak percaya pada pandangan bahwa kita dapat mengubah karakter pasangan kita dan saya mengadopsi pandangan “saya bukan tempat rehab pasangan.” We cannot pour from the empty cup lah. Jadi kalau yang belum berubah dari kecanduan”/bad habit, mending kami hanya sebagai “teman”/kenalan dari awal.

    Pengelolaan keuangan & Investasi atau bagaimana sikapnya terkait urusan finansial.
    Aspek keuangan ini juga jadi aspek yang ditanyain langsung para saudara laki – laki dan sepupu – sepupu cowok saya pada mantan” pacar saya dan adik perempuan dulu. Ya pertanyaan mereka cukup to the point ke cowok, “Apakah kamu sanggup membiayai saudara perempuan saya kelak?”.

    Karena di keluarga besar kami, bila tinggal di kota kelahiran saya, umumnya kami perempuan akan menikah dan tinggal di dalam lingkungan komunitas keluarga besar kami. Semacam proteksi di keluarga dari pihak saudara – saudara laki – laki (ataupun keturunan mereka) biar tidak ada kasus” KDRT serta perlindungan asset karena rumah” akan dibangun di atas tanah keluarga dengan sertifikat komunal. Jadi memastikan bila sampai ada perceraian pun, kami sebagai perempuan tidak terlantar karena pernikahan yang gagal.

    Selain dari hal – hal di atas yang dibahas, saya juga memastikan ada pembahasan beragam dari berbagai macam topik:


    • Lingkungan
    • Politik (baik lokal, nasional maupun internasional);
    • Sains dan Teknologi
    • Seni & Budaya (dari musik, arsitektur, lukisan dll)
    • Topik absurd lainnya.


    Mungkin semua ini terasa absurd atau aneh, tapi bagi saya pribadi, saya mencari laki – laki yang akan saya ajak bicara seumur hidup tentang apa saja serta berbagi momen indah momen down, mimpi dan ketakutan saya plus berbagi ranjang.


    Sangat aneh bila kebutuhan – kebutuhan ngobrol ini harus terus saya dapatkan dari sahabat – sahabat cowok dan orang” di berbagai platform online lainnya. Apalagi semakin aneh bila pertanyaan” ini muncul di tengah malam dan saya harus lebih banyak browsing dan ngobrolin ini di platform” online dibandingkan dengan pasangan saya.

    Kalau dalam waktu 3 bulan, obrolan kami hanya di topik" yang itu - itu saja dan tidak berkembang dan kami tidak mengalami pertumbuhan bersama, entah ada transfer ilmu/keahlian, perubahan sikap hidup menjadi lebih baik,  bagi saya tidak efektif jenis hubungan ini. Lebih baik berpisah dan menemukan orang yang memang seroh dan sefrekuensi. Daripada membebani pasangan dengan ekspektasi" hubungan yang berbeda.


    Anyway, di masa lalu, saya memang menemukan juga beberapa lelaki yang PDKT (ataupun saya PDKT) yang bisa menjawab kebutuhan” emosional obrolan ini TAPI sayangnya ya itu, tipikal entah cowok – cowok Kaukasian/bule yang Atheis/Agnostik ataupun bila di Indonesia ya dari turunan “Ismail” atau dari etnis” yang bagi saya sulit juga bagi saya untuk adaptasi.


    Semoga jawaban saya yang panjang ini membantu surveinya.

    17 Mei diubah oleh RAINA111

  • JENNY366

    17 Mei

    Komplit sudah Raina..perwakilan banget yg kita jalani.. Keren😎

    Doa yang terbaik buatmu.. Sehat..Semangat.. Semakin berlimpah berkat 👼🙏❤ atas dirimu😍🥰😘

    RAINA111 tulis:

    Berdasarkan pengalaman pribadi sih kalau ada yang PDKT pun saat pacaran (Konteks: Masa PDKT yang saya tolerir umumnya hanya 4-6 minggu plus Pacaran ‘umumnya’

    ....

    Semoga jawaban saya yang panjang ini membantu surveinya.

    17 Mei diubah oleh JODOHKRISTEN

  • 17 Mei

    kak ijin nanya ya, kalau lagi masa PDKT dulu, gebetan kakak ada yang ditanyain jg sama keluarga kk soal finansial? gmn responnya? apa ga jiper langsung ya?

    😬

    kalau misal wkt pacaranpun, ketika sudah brp bulan kk angkat topik finansial itu?

    kalo pacar kk bilang sanggup (dari omongan aja) gmn penilaian selanjutnya?

    🤭

    RAINA111 tulis:

    Berdasarkan pengalaman pribadi sih kalau ada yang PDKT pun saat pacaran (Konteks: ....

    Semoga jawaban saya yang panjang ini membantu surveinya.

    17 Mei diubah oleh JODOHKRISTEN

  • EDWIN244

    17 Mei

    Wah terima kasih raina atas jawaban yg sangat detil.

    Barangkali skrg pertanyaan susulan, kalau jenis aktivitas selain ngobrol yg dilakukan bareng2 biasa apa dan berapa sering pada waktu pdkt/pacaran?

    Saya sendiri sih secara pribadi aga susah dlm hal ini, krn saya dgn alm istri saya LDR dan kami ketemunya sktr 3 bulan sekali sblm nikah stlh hampir 3 tahun.

    Stlh kami nikah sih sblm punya anak, sempat rutin berenang bareng, sama setiap bbrp bulan ada travel ke berbagai tempat. Lalu ada ikut komsel bareng di grj jg

    RAINA111 tulis:

    Berdasarkan pengalaman pribadi sih kalau ada yang PDKT pun saat pacaran (Konteks: Masa PDKT yang saya tolerir umumnya hanya 4-6 minggu plus Pacaran ‘umumnya’ biasa hanya bertahan max. 3 bulan dan kami memilih jadi ‘teman’/kenalan; walau ada 1-2 yang bertahan 1 tahun). Intensitas ngobrol ya tiap hari dan dalam sehari bisa beberapa kali mulai dari model Chat WA/telpon sampai beberapa kali/minggu ngomong face-t0-face (biar bisa amati ekspresi" non-verbal).

    17 Mei diubah oleh EDWIN244

  • WULWUL079

    17 Mei

    JENNY366 tulis:

    Kalo sdh nyambung dan nyaman ngga terasa waktu cepat berlari eh berlalu😉

    WULWUL079 tulis:

    Seberapa sering? Sering bgt apalagi skrg ada WA bs gratis telp berjam2 sampe pagi.

    Kalo br pdkt (blm jadian) obrolan awal2 ya topik apa aja yg ada di kepala sambil keduanya saling tanya hal yg umum. Setelah lbh akrab tanya2 yg lbh pribadi, lbh pribadi lagi sampai keduanya saling terdiam tanpa kata namun saling mengerti..pacaran deh dan mulai ada ribut2 kecil 🤭

    tau2 udah 2 hari 2 malam ya 😂

  • WULWUL079

    17 Mei

    JUNITA694 tulis:

    sleepcall jg ga kak?

    🤣🤣🤣🤭

    Bentar ta inget2 dulu😂

  • 17 Mei

    JUNITA694 tulis:

    kak ijin nanya ya, kalau lagi masa PDKT dulu, gebetan kakak ada yang ditanyain jg sama keluarga kk soal finansial? gmn responnya? apa ga jiper langsung ya?

    😬

    kalau misal wkt pacaranpun, ketika sudah brp bulan kk angkat topik finansial itu?

    kalo pacar kk bilang sanggup (dari omongan aja) gmn penilaian selanjutnya?

    🤭

    Kalau urusan finansial, well, saya cukup ketat sejak pertemuan pertama.  Bahkan saat hangout pertama kali di kafe, saya menetapkan model go dutch alias bayar masing" saat kami bertemu dan saya omongkan. Jadi kadang bila saya duluan datang dan menunggu, saya sudah memesan kopi dan makanan saya sendiri dan sudah saya bayar Jadi  urusan transportasi, pembayaran ini itu, adalah bagian dari masing" pribadi. Jadi tidak ada cerita mantan saya membayar kebutuhan saya atau saya membayar pengeluarannya. Paling hanya model sharing bill kalau ada item" yang sama dan kami sepakat sebelumnya. Ya demi menghindari pembicaraan tidak mengenakkan kalau kami putus misalnya dibilang "matre" dll.

    TAPI kami terbuka urusan pemberian hadiah/oleh" sih jadi bebas kalau ingin menghadiahi pasangan sih. Dulu pun kalau putus, tidak ada cerita pengembalian item pemberian dari mantan sih. Konsep pembiayaan ini dulu memang sempat ada 1-2 cowok yang PDKT yang sampai curhat ke teman lain bilang "harga dirinya sebagai laki - laki terluka" karena saya membayar pengeluaran saya sendiri. Namun, ini hanya karena efek dibesarkan bapak saya "feminis" banget sejak kecil dan mama saya tomboy banget jadi dari kecil ditanamkan tidak ada perbedaan antara anak laki - laki dan perempuan; jadi konsep" ini termasuk dalam keuangan tertanam di kepala banget sih."

    Kalau urusan jiper, ada lah. Ada yang kasus – kasus mundur teratur atau langsung mundur. Bahkan dulu mantan pertama saya yang sekota, pertama kali saya ke rumahnya saja (belum saya perkenalkan ke keluarga saya), mamanya yang mengenal mama saya dan keluarga besarnya pas ketemu dan ngobrol dengan saya dan mantan, auto ngomong begini di depan anak cowoknya, “Nyong, kamu sanggup ka jalani ke depan dengan nona ini? Kita tidak punya banyak babi di kandang belakang.” Ya semodel inilah salah satu contoh ekstrimnya.


    Tapi kalau untuk urusan finansial ini, saya memang menerapkan sistem screening pribadi dari awal. Ya biar tidak buang waktu juga. Soale penjajakan/pacaran kan bagian dari investasi waktu, energi, biaya dan sumberdaya. Jadi siapapun yang mau dekat pun umumnya bukanlah stranger alias tidak ada referensi (hanya 1 orang dulu yang benar – benar stranger dan ini saya beneran kapok karena terbukti memang berisiko.). Jadi umumnya semua yang PDKT adalah direferensikan oleh entah teman, sahabat, kerabat, rekan kerja. Jadi ada orang lain yang menjadi mediator dan jaminan penghubung. Jadi informasi” dasar sikap, pekerjaan, penghasilan, perilaku lainnya sudah saya miliki informasinya sih. Semacam model campuran “blind date” ala Drama Korea yang diatur sealami mungkin. Mediator ini jugalah yang biasanya akan menjadi penengah bila ada masalah saya dan mantan ataupun menjadi “mata – mata” saya untuk urusan yang tidak saya ketahui; misalnya yang kasus mantan” selingkuh dll. Banyak terbantu oleh pemberi referensi ini.


    Anyway, mantan dulu biasanya juga tidak akan saya kenalkan/sounding kepada keluarga kalau belum lewat 3 bulan pacaran. Ini juga demi kebaikan para mantan sih. Soale kalau seandainya ada hal yang tidak mengenakkan atau hubungan tidak berjalan baik, mantan yang sekota akan tetap “aman” tidak terendus saudara/sepupu/kerabat cowok saya ataupun inner circle mereka (dari kecil, rumah saya sering jadi tempat tongkrongan teman – teman saudara cowok juga yang sering nongkrong makan/tidur di rumah, jadi punya banyak kakak” angkat tak sedarah sejak kecil).


    Biasanya para mantan yang ditanyain urusan finansial ini hanya bila sudah lewat beberapa bulan pacaran atau kayak kasus adik saya yang pacaran tahunan dan ditanyain pada forum – forum acara keluarga. Saya datang dari keluarga turunan poligami (kakek saya di suku mama dari trah tertinggi di suku besarnya dan kepala suku besar di wilayah kami; jadi istrinya 12 orang dan banyak kerabat juga yang menganut poligami. Kalau di Jawa, ya seperti misalnya saudara perempuan “Sultan”). Anggota keluarga besar kami populasi laki – lakinya lebih banyak sih daripada perempuan.


    Jadi kalau dalam acara keluarga seperti ini, biasanya mantan pacar yang punya nyali untuk ikut acara keluarga akan ditanyakan secara langsung urusan pekerjaan dan pendapatan. Sebenarnya lebih dicek aspek "kepantasan" sih. Soale di keluarga besar kami, sebagai perempuan atau keturunan keluarga perempuan, ada aturan tidak tertulis bahwa anak perempuan/keturunan perempuan harus diperhatikan dan dilindungi oleh pihak laki-laki (saudara cowok, sepupu cowok dan oom) walau ybs  sudah menikah. Tanggung jawab ini tetap melekat selama kami hidup. Blood is thicker than water lah.

    Meskipun demikian, keluarga besar kami cukup terbuka sih urusan finansial. Karena memang ada kasus – kasus dimana kemampuan ekonomi pasangan laki” tidak setara sehingga salah satu dampaknya ya mau tidak mau pihak keluarga perempuan akan rutin mengintervensi. Misalnya dari urusan mencarikan pekerjaan yang layak untuk pasangan cowok, membantu pembiayaan RT, pembiayaan sekolah lanjutan (S2dll), diberikan tanah dan serta diberikan/dibuatkan rumah an.perempuan, diberikan modal usaha dll. Namun, tentu saja ada konsekuensi” tidak mengenakkan yang harus diterima oleh ipar laki – laki.


    Dari pengamatan saya, untuk yang tipikal pasangan seperti ini, ipar – ipar cowok model seperti ini atau suami dari keponakan" perempuan, akhirnya ya kayak tidak punya nilai tawar tinggi di keluarga kami dan saudara perempuan saya akan sangat dominan. Harus (mau tidak mau) bersedia melakukan permintaan pekerjaan termasuk urusan yang terkait wilayah ulayat entah membantu pekerjaan pembukaan lahan, harus aktif dalam kegiatan” keluarga dll. Harus jadi “tim siaga 1”. Jadi perannya tidak seimbang. Belum lagi kadang ada permintaan agar ada anak – anak yang dipakaikan fam/marga kami termasuk anak laki – laki. Pun nanti urusan pernikahan anak – anak termasuk urusan mas kawin anak – anak perempuan yang masuk urusan keluarga kami dan bukan keluarga bapaknya.


    Kadang kalau sampai ekstrim pernikahannya atau ada kasus MBA/punya anak sebelum pernikahan tapi dianggap pernikahannya potensial hanya menyusahkan kami perempuan, kadang ada intervensi dari keluarga untuk disuruh pisah/cerai dan anak – anak semua masuk keluarga besar kami kecuali kalau perempuannya keukeuh mempertahankan (misalnya sampai mengancam BD, biasa baru luluh keluarga besar; tapi biasanya terbukti juga pendapat keluarga bahwa sebaiknya dulu sebaiknya tidak lanjut menikah).


    Bagi saya pribadi, saya tidak mau pasangan saya akan mendapatkan intervensi dari keluarga besar kami hanya karena faktor finansial. Saya ingin pasangan saya punya 'dignity' sih di depan keluarga besar. Teladan saya ya bapak saya yang bebas dari intervensi keluarga besar sih dan bisa punya kehidupan pribadi yang berbeda tanpa ribet harus ini itu. Jadi memang sebaiknya mencari laki – laki yang juga setara sepadan secara finansial atau potensial secara finansial jadi bisa blended in saat acara keluarga besar kami. Jangan yang terlalu “jomplang” lah. Soale secara pribadi, tanggungjawab finansial kami pada keluarga besar juga ada misalnya urusan donasi mas kawin, urusan adat, urusan saling membantu untuk musibah, sakit, pendidikan dll. Benar – benar Closed-knitted community ala Papua.


    So, mending dari masa penjajakan (PDKT & pacaran), isu keuangan keluarga sudah dibicarakan KECUALI bersedia kawin lari atau menikah out terpisah jauh dari kota kelahiran dan mau melepas banyak privilege. Hanya kan, resiko bila pernikahan tidak berjalan baik, akan sulit dan ribet balik ke keluarga besar dan pasti akan jadi bahan pembicaraan.

    17 Mei diubah oleh RAINA111

  • JENNY366

    17 Mei

    Wow..keren jadi belajar budaya wong timur kita Raina🤗

    RAINA111 tulis:

    Kalau urusan jiper, ada lah. Ada yang kasus – kasus mundur teratur atau langsung mundur. Bahkan dulu mantan pertama saya yang sekota, pertama kali saya ke

    ....

    berjalan baik, akan sulit dan ribet balik ke keluarga besar dan pasti akan jadi bahan pembicaraan.

    17 Mei diubah oleh JODOHKRISTEN

  • 17 Mei

    😮aku pikir harapan orang tua pada anak pertama yg lebih tinggi, ternyata ada juga harapa  yg lbh tinggi 🤧

    yampun kak,,, semangat ya kak. aku bacanya aja rada takut apalagi klo yg deketin kk cowo yg ga punya apa2. mundur pasti ya.

    Namun ada baiknya jg budaya sprti itu, kita sbagai wanita jelas diproteksi abang2 kita or om om kita. jd cowo2 yg mndekat klo ga serius ya psti mundur.

    hmmm tp gimana klo misalnya dia cowo yg tekun kak?

    tp karna dia sandwich generation, dia tdk mampu membangun kemapanannya sejak dia masih muda. tp dia punya niat serius utk dekat ama kk, dan cukup berani utk dtg ke acara2 kluarga kakak.

    gmn kk bs bela dia dari kluarga kk?

    atau klo kluarga ga stuju, kk bakal mundur dri hubungan dan nyari cowo lain?

    RAINA111 tulis:

    Kalau urusan jiper, ada lah. Ada yang kasus – kasus mundur teratur atau langsung mundur. Bahkan dulu mantan pertama saya yang sekota, pertama kali saya ke

    ....

    berjalan baik, akan sulit dan ribet balik ke keluarga besar dan pasti akan jadi bahan pembicaraan.

    17 Mei diubah oleh JODOHKRISTEN

  • 17 Mei

    Untuk baru kenal sih topik yang ringan2 aja, biar gak banyak hening saat ngobrol karena kebanyakan mikir. Mungkin topik tentang coding bisa di coba.

  • 17 Mei

    kak sorry nanya lagi maap eheheh

    kk td ubah komen ya, yg ini

    "Kalau urusan finansial, well, saya cukup ketat sejak pertemuan pertama. Bahkan saat hangout pertama kali di kafe, saya menetapkan model go dutch alias bayar masing" saat kami bertemu dan saya omongkan. Jadi kadang bila saya duluan datang dan menunggu, saya sudah memesan kopi dan makanan saya sendiri dan sudah saya bayar Jadi urusan transportasi, pembayaran ini itu, adalah bagian dari masing" pribadi. Jadi tidak ada cerita mantan saya membayar kebutuhan saya atau saya membayar pengeluarannya. Paling hanya model sharing bill kalau ada item" yang sama dan kami sepakat sebelumnya. Ya demi menghindari pembicaraan tidak mengenakkan kalau kami putus misalnya dibilang "matre" dll."

    gimana kalau kakak ketemunya ama cowo yg ga suka splitbill?

    biasanya cowo2 yg tdk setuju sama paham feminisme gitu kak.
    pernah ga kak pcran ama cowo yg ga suka splitbill?

    setau aku cowo yg emang mau "protect n provide" biasanya anti bgt splitbill

    tipe2 cwok yg berpotensil bisa diajak ke kumpulan keluarga kakak tanpa terintimidasi eheheh

    :-D

    RAINA111 tulis:

    Kalau urusan finansial, well, saya cukup ketat sejak pertemuan pertama.  Bahkan saat hangout pertama kali di kafe, saya menetapkan model go dutch alias bayar masing"

    ....

    berjalan baik, akan sulit dan ribet balik ke keluarga besar dan pasti akan jadi bahan pembicaraan.

    17 Mei diubah oleh JODOHKRISTEN

  • 17 Mei

    Kalau di kasus pribadi saya sih, ada dulu siz yang model solo  breadwinner pencari nafkah keluarga ini yang saya "usahakan" agar diterima setidaknya di level keluarga sendiri dululah (di level bapak dan saudara - saudara laki" , belum di level keluarga besar). Mantan dulu ada yang punya pekerjaan tetap, ada yang kerjanya serabutan/lepas.  Ada  sampai 3 orang; single, duda tanpa anak, duda dengan anak.

    Tapi dari pengalaman, memang butuh pengorbanan banyak dan lama - lama saya sendiri yang stress karena "jomplang" banget, banyak sekali  perbedaan konsep dan prinsip" dasar yang akan sulit dimediasi. Jadi usai yang terakhir bubar, saya menyerah yang bagian perbedaan konsep finansial ini jadi kalau ada yang PDKT pun, saya sampai langsung auto bertanya sampai urusan punya "kredit"/pinjaman di bank dll gak? Kalaupun ada, jenis dan peruntukkannya untuk apa. Bahkan kalau nanti ketemu jodoh dan mau menikah pun, satu syarat ya wajib ada Pre-Nuptial Agreement (Perjanjian Pra-Nikah) untuk kami berdua.

    Bagi saya, model assessment yang finansial dari keluarga besar ini memang untuk mengecek sikap finansial calon pasangan sih. Lebih untuk "perlindungan diri" kami perempuan juga sih. Ada sih beberapa ipar saya (pasangan sepupu” cowok) yang secara ekonomi itu model sandwich generation ataupun belum punya pekerjaan tetap dan dia itu anak pertama serta breadwinner/tulang punggung keluarganya. Mereka yang model “tekun” mau usaha gitu dan mau berusaha. Terlihat lah sikapnya yang menurut dan ybs bersedia dan mau mengikuti syarat” keluarga besar kami;

    Di sistem keluarga besar kami, tiap keluarga berbeda aturan” & syarat” detailnya terkait urusan “kawin dalam” ini . Ipar” ini awalnya biasanya akan tinggal di rumah mertuanya dan dikontrol penuh sama mertua dan saudara” cowok. Tiap keluarga ya punya aturan detail yang berbeda soale nenek kami beda – beda. Tiap nenek kami juga datang dari afiliasi klan keluarga yang berbeda walau dari suku besar yang sama. Kayak di model KDrama era Joseon dimana tiap istri raja (Ratu dan Selir) punya afiliasi politik dan dukungan keluarga besarnya berbeda; seperti ini model di keluarga mama (Suku mereka baru mengalami pernikahan campuran pasca Orde Baru (1960an) dan di Papua pun mostly bukan dari suku yang kawin campur dengan suku Papua lainnya dan bukan model suku yang punya diaspora/migrasi).


    Cuma memang awal nikah ya ipar” model ini harus siap menerima peran” yang tidak menyenangkan dari saudara” sepupu cowok entah bisa tiba – tiba disuruh ini itu entah jadi driver pribadi, entah jadi tukang kebun dadakan, entah jadi apa gitu. Pokoknya bersedia “jadi apa saja bila diperlukan” oleh pihak saudara cowok. Hak tawar rendah ya. Lah tinggalnya saja diminta harus tinggal di rumah perempuan.


    Untuk ipar – ipar model “taat”seperti ini memang sering yang terlihat akhirnya dibiayain oleh sepupu – sepupu cewek dan keluarga besar kami. Jadi ada yang saat itu belum S1 akhirnya dibiayai sekolah” lanjutan, dicarikan pekerjaan yang layak, diberikan investasi ini itu dan modal usaha dll. Jadi diharapkan si cowok bisa “meng-upgrade” diri dan menopang kehidupan perempuan.


    Pada perkembangan sih, urusan rumah dll, ya lebih banyak bagian hibah dari keluarga inti sepupu cewek. Karena pengamatan saya, saat ini semua rumah sepupu/keponakan adalah milik perempuan di tanah ulayat kami. Walau memang pada sekitar beberapa tahun pertama pernikahan itu, pembiayaan ekonomi keluarga mostly datang dari gaji sepupu” cewek, bagian” hak ulayat tanah yang diterimanya termasuk tempat tinggal. Akhirnya pernikahannya dengan sepupu ya memang berdampak juga pada ekonomi keluarga besar si cowok juga; ada perbaikan ekonomi juga sih. Keluarga si laki – laki juga lebih stabil dan sampai saat ini akhirnya di area tempat tinggal mereka, mereka adalah semacam afiliasi/sekutu keluarga kami. Jadi let’s say, bila ada anggota keluarga besar kami yang misalnya terjebak masalah entah terjebak kerusuhan/kericuhan di area sana, kami tahu ke keluarga mana kami bisa lari berlindung atau cari pertolongan.


    Syukurnya juga ya, karena sistem seperti ini, ada kasus dimana pernikahan sepupu saya ini tanpa anak (nikah lebih dari 15 tahun) dan akhirnya mengadopsi anak dari ipar laki – laki, rumah tangga mereka tidak pernah terdengar kasus dan adem” saja.


    Anyway, ini beda ya bila memang dari awal tipikal model yang “pantas” dan “tidak ulet”. Ada kasus – kasus seperti ini juga. Intervensi keluarga besar ya cukup keras dan sampai bisa di tahap dipisahkan dengan model melewati urusan sidang” adat dan segala macam serta anak – anak yang lahir biasanya akan diambil keluarga kami. Perempuannya ya diharapkan melanjutkan hidup dulu. Semakin muda perempuan dari keluarga kami, biasanya anaknya akan entah didaftarkan sebagai “Adiknya” atau dipelihara keluarga oom” kami ataupun saudara – saudara cowok yang lebih tua selama kami masih satu garis turunan. Lalu saudara/keponakan perempuan ini ya biasanya disuruh pergi sekolah atau dicarikan pekerjaan yang bisa mendukung kehidupannya. Biar bisa mandiri lah.


    Anyway, pembahasan yang saya bahas ini bukan kasus lumrah juga di Tanah Papua ya tergantung pada suku dan sistem yang dianut tiap keluarga. Kebetulan di keluarga besar mama saya ya seperti ini sistem yang kami anut dan memang diterapkan juga oleh kakek saya yang anak tunggal dan mempraktekkan sistem poligami dimana tiap istrinya punya hak tanah ulayat dan mendapatkan pembagian serta perempuan mendapat bagian dalam sistem tanah adat kami. Sistem ini saya amati tidak berlaku pada trah lebih rendah di suku besar kami. Sistem ini mungkin juga akan berbeda di daerah Papua lain karena di beberapa suku tetangga yang beda zona wilayah adat, sistem seperti ini tidak saya temukan. Jadi benar – benar kasus per kasus. Ini juga mungkin karena populasi kami di trah paling atas ini yang sangat sedikit jumlahnya walau kami keluarga poligami dibanding klan" lain di suku kami serta adanya tingkat kematian yang tinggi di keluarga besar kami. Jadi memang ikatan keluarganya sangat kuat sih untuk yang sedarah.

    JUNITA694 tulis:

    😮aku pikir harapan orang tua pada anak pertama yg lebih tinggi, ternyata ada juga harapa  yg lbh tinggi 🤧

    yampun kak,,, semangat ya kak. aku bacanya aja rada takut apalagi klo yg deketin kk cowo yg ga punya apa2. mundur pasti ya.

    Namun ada baiknya jg budaya sprti itu, kita sbagai wanita jelas diproteksi abang2 kita or om om kita. jd cowo2 yg mndekat klo ga serius ya psti mundur.

    hmmm tp gimana klo misalnya dia cowo yg tekun kak?

    tp karna dia sandwich generation, dia tdk mampu membangun kemapanannya sejak dia masih muda. tp dia punya niat serius utk dekat ama kk, dan cukup berani utk dtg ke acara2 kluarga kakak.

    gmn kk bs bela dia dari kluarga kk?

    atau klo kluarga ga stuju, kk bakal mundur dri hubungan dan nyari cowo lain?

    17 Mei diubah oleh RAINA111

  • JENNY366

    17 Mei

    Jadi ne ngeri2 sedap yach raina pa lagi kalo nikah beda budaya beda daerah..terkadang satu daerah aj bisa ragam budaya dan bahasanya pa lagi kalian orang timor ini😉Saya bacanya mo buat tesis aj ini🤭

    RAINA111 tulis:

    Kalau di kasus pribadi saya sih, ada dulu siz yang model solo  breadwinner pencari nafkah keluarga ini yang saya "usahakan" agar diterima setidaknya di level keluarga

    ....

    kematian yang tinggi di keluarga besar kami. Jadi memang ikatan keluarganya sangat kuat sih untuk yang sedarah.

    17 Mei diubah oleh JODOHKRISTEN

  • 17 Mei

    Lier baca coment koyok cerpen 😁

  • JENNY366

    17 Mei

    Jadine piye bapak ini pdkt ke setiap wanita yg akan dinikahi nya yach.. Awak blm mikir sih😎

  • 17 Mei

    coding..??? huahahahaa.. asli ngakak.. 🤣👍🏻🤣👍🏻🤣

    prolog nya ngobrolin bahasa nya dl lah ya..

    walaupun bukan org Jawa.. boleh dicoba Java or JavaScript..

    asal jgn buntut2nya PHP or B eh C++ doang ya.. qiqiqiqiq 😅😅

    DAMEAN991 tulis:

    Untuk baru kenal sih topik yang ringan2 aja, biar gak banyak hening saat ngobrol karena kebanyakan mikir. Mungkin topik tentang coding bisa di coba.

  • 17 Mei

    Well, saya belum pernah ketemu yang model anti-split bill atau anti go-dutch ini kecuali dulu pada kasus ada 1 orang cowok teman nongkrong di kota kelahiran saya; sebut saja si X  (saya menganggapnya 'teman' karena ia temannya teman saya dan kami suka ngopi bareng ngobrol ini itu segala macam di kedai kopi; pengunjung reguler sebuah kafe lah).

    Yang kasus ini benar" kecolongan sih karena tidak sadar ybs sudah membayar. Itupun karena saat itu saya sedang pindah kerja ke Bali, trus dihubungi sahabat cowok yang minta ijin berbagi nomor WA saya karena si cowok X sedang liburan dan mengajak makan malam. Ternyata sudah di-reserved paketannya di sebuah resto. Yang kasus ini sempat kaget juga saat menanyakan bill pada pelayan, ternyata sudah dibayar sejak awal kami pesan; saat teman ijin ke rest room ternyata sudah diselesaikan.

    So far, belum pernah sih menemukan kasus yang anti split bill selain kasus ini.

    JUNITA694 tulis:

    kak sorry nanya lagi maap eheheh

    kk td ubah komen ya, yg ini

    ...

    tipe2 cwok yg berpotensil bisa diajak ke kumpulan keluarga kakak tanpa terintimidasi eheheh

    :-D

    17 Mei diubah oleh JODOHKRISTEN

  • 17 Mei

    Setuju kak, ngeri" sedap adaptasinya kak. Cukup belajar dulu dari masa kecil lihat ribetnya adaptasi berinteraksi dengan kerabat" yang berbeda. Jadi cara ninja dan instan adalah cari yang gak beda" jauhlah budayanya. Biar lebih mudah adaptasi.

    Saya saja kadang pusing kak kalau lihat jadwal ibadah kerukunan yang dikirim (ada sekitar 6 kerukunan keluarga) plus untung gak gabung lagi ikutan paguyuban/arisan" (Jawa/Ngapak dan Sunda) dari pihak bapak. Bisa auto ribet banget.

    JENNY366 tulis:

    Jadi ne ngeri2 sedap yach raina pa lagi kalo nikah beda budaya beda daerah..terkadang satu daerah aj bisa ragam budaya dan bahasanya pa lagi kalian orang timor ini😉Saya bacanya mo buat tesis aj ini🤭

    17 Mei diubah oleh JODOHKRISTEN

  • 20 Mei

    admin nya rajin ngedit2.. he3

    SOZANLIWU435 tulis:

    Lier baca coment koyok cerpen 😁

  • AGNES475

    20 Mei

    Pernah PDKT sama pria yg pingin tau brpa penghasilan saya. Padahal saya aja ga nanya penghasilan dia.

    Ya udh saya jwb aja apa ada nya. Coba tebak apa yg terjadi ?

  • 20 Mei

    menghilang kak?

    AGNES475 tulis:

    Pernah PDKT sama pria yg pingin tau brpa penghasilan saya. Padahal saya aja ga nanya penghasilan dia.

    Ya udh saya jwb aja apa ada nya. Coba tebak apa yg terjadi ?

    20 Mei diubah oleh JUNITA694

  • ANGEL291

    20 Mei

    Minjem duit

    AGNES475 tulis:

    Pernah PDKT sama pria yg pingin tau brpa penghasilan saya. Padahal saya aja ga nanya penghasilan dia.

    Ya udh saya jwb aja apa ada nya. Coba tebak apa yg terjadi ?

  • 20 Mei

    Bisa jadi IQ Edwin ini JAUH di atas rata2 tsb sehingga ia mampu menyelesaikan S2 dan suka topik2 yg ilmiah bahkan pd saat pdkt. Ia mudah jenuh dng topik2 yg biasa dibahas misalnya keluarga, hobi dll.

    Masalahnya, member di sini ya pasti IQ nya banyak yg hanya rata2 sehingga selain jarang yg S2 juga lbh suka topik2 yg biasa2 sj (keluarga, hobi, masa lalu dll) dan kesulitan memahami topik2 yg berat sprti filosofi, IT, game2 rumit) kecuali jika memang itu bidangnya.

    Memang Edwin IQ nya berapa ya? Menurut BKT IQ IQ Edwin 130an kah/kategori superior? Sementara mayoritas org termasuk cewek2 di sini IQ nya MUNGKIN di kisaran rata2 (87-112). Ya pasti ada jg yg IQ nya di atas rata2, namun blm tentu bisa memahami diskusi2 dng topik berat jg kalo IQ Edwin masih lbh tinggi (superior). Jika ya, yg memang kayaknya sebaiknya cari cewek di JK ini yg  pendidikannya minimum S1 dan dari esai atau rangkumannya terlihat bhw pekerjaannya bisa mendukung topik2 yg Edwin inginkan. Bisa jg cari cewek yg S2 dan dari esai/rangkumannya bidangnya menyangkut topik2 yg Edwin sukai.

    Malah kalo ada situs jodoh khusus cowok cewek ber IQ tinggi ya ikutan aja selain ikut JK.

    EDWIN244 tulis:

    Topik bahan obrolan rata2 apa, selain sikon kerja, keluarga, berita2 terbaru, dan masa lalu (itu jg kalau ada yg cerita)

    Pgnnya sih ada yg tidak biasa gitu, seperti bisa diskusi secara detail sejarah hidup org terkenal (selain artis ya), hal2 teknis yg terbaru (OpenAI ChatGPT vs Google Bard), pertanyaan2 teologi atau filosofi, atau hobi2 yg cukup nyentrik (jadi celebgram, koleksi barang2, game yg cukup rumit, dst).

    20 Mei diubah oleh ANITA089

  • AGNES475

    20 Mei

    ANGEL291 tulis:

    Minjem duit

    Minta duit malah, kata nya kartu nya ke blokir ga ada duit sepeserpun. Saya ksh tapi ga byk. Eh dia ga mau ambil, tersinggung. Dia bilang saya ga percaya sama dia

  • EDWIN244

    20 Mei

    Sbnrnya sih bukan soal IQ lah, tp lebih pada kebiasaan berdiskusi dengan tata cara baik dan kebiasaan terbuka saja. Pengertian saya IQ itu lebih pada pengenalan pola yg berhubungan dengan matematika. Sedang kalau kebiasaan berdiskusi hal2 tertentu itu lebih kepada rasa keingin tahuan yg tinggi. Ya nga tentu sih diskusinya bersifat teknis, tetapi biasanya sesuatu itu cukup menarik kalau bisa didiskusikan secara detail

    Singkatnya, org bisa kok berdiskusi ttg hal2 yg menarik tanpa harus IQ nya tinggi kalau rasa ingin tahu cukup besar. Masalahnya tp org2 sy amati sudah cukup puas dengan ngikutin tren, berita, dan hiburan masal. Ya kalau semua org pada jadi konsumen saja, keunikan diri jadi hilang.

    ANITA089 tulis:

    Bisa jadi IQ Edwin ini JAUH di atas rata2 tsb sehingga ia mampu menyelesaikan S2 dan suka topik2 yg ilmiah bahkan pd saat pdkt. Ia mudah jenuh dng topik2 yg biasa dibahas misalnya keluarga, hobi dll.

    Masalahnya, member di sini ya pasti IQ nya banyak yg hanya rata2 sehingga selain jarang yg S2 juga lbh suka topik2 yg biasa2 sj (keluarga, hobi, masa lalu dll) dan kesulitan memahami topik2 yg berat sprti filosofi, IT, game2 rumit) kecuali jika memang itu bidangnya.

    Malah kalo ada situs jodoh khusus cowok cewek ber IQ tinggi ya ikutan aja selain ikut JK.

    20 Mei diubah oleh EDWIN244

26 – 50 dari 73    Ke halaman:  Sebelumnya  1  2  3  Selanjutnya Kirim tanggapan